Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat Donald Trump dikabarkan tetap dijadwalkan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan pada akhir Oktober mendatang, di tengah upaya kedua negara meredakan ketegangan atas ancaman tarif dan pengendalian ekspor.
Hal ini disampaikan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, pada Senin (13/10/2025).
Pernyataan itu muncul setelah hubungan kedua negara kembali memanas menyusul keputusan Beijing pada Kamis lalu yang memperluas pengendalian ekspor mineral tanah jarang (rare earths).
Baca Juga: Tarif Baru Trump ke China Guncang Pasar, IHSG Berisiko Koreksi Lagi?
Langkah tersebut langsung dibalas Trump dengan ancaman tarif 100% terhadap produk impor asal China, yang sempat mengguncang pasar global.
Bessent mengatakan komunikasi intensif antara Washington dan Beijing telah berlangsung sepanjang akhir pekan, dan pertemuan lanjutan sedang dijadwalkan.
“Kami telah melakukan deeskalasi yang signifikan,” ujar Bessent dalam wawancara dengan Fox Business Network.
“Presiden Trump menyatakan tarif baru tidak akan berlaku hingga 1 November. Ia akan bertemu Ketua Partai Xi di Korea, dan saya percaya pertemuan itu tetap akan berlangsung,” tambahnya.
Trump dan Xi sebelumnya dijadwalkan bertemu dalam rangkaian KTT Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) yang akan digelar di Korea Selatan pada akhir Oktober.
Baca Juga: Tarif 100% Trump ke China Picu Kepanikan Ritel AS Jelang Musim Belanja Akhir Tahun
Sementara itu, Kementerian Perdagangan China pada Selasa mengonfirmasi bahwa pihaknya telah memberi tahu AS sebelumnya terkait rencana memperketat pengendalian ekspor mineral tanah jarang.
Beijing juga menegaskan komunikasi antara kedua pihak masih terbuka dan bahkan telah digelar pertemuan tingkat kerja pada Senin.
Namun, juru bicara kementerian memperingatkan bahwa “AS tidak bisa meminta dialog sekaligus mengancam dengan langkah-langkah restriktif baru.”
Pasar saham Asia sempat menunjukkan rebound tipis pada perdagangan Selasa pagi, menyusul penguatan indeks utama Wall Street hingga 2,2% sehari sebelumnya.
Setelah adanya sinyal bahwa negosiasi dagang antara dua kekuatan ekonomi dunia tersebut masih berada di jalurnya.
Baca Juga: Trump: Perang di Gaza Telah Berakhir!
Ancaman tarif 100% yang dilontarkan Trump pada Jumat lalu sempat memicu aksi jual besar-besaran, di tengah kekhawatiran investor dan pembuat kebijakan terhadap lonjakan valuasi saham yang didorong euforia kecerdasan buatan (AI), yang dinilai berisiko terhadap stabilitas pasar tenaga kerja.
Bessent mengungkapkan bahwa pertemuan tingkat staf antara AS dan China akan berlangsung di Washington pekan ini, di sela-sela pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF.
“Tarif 100% itu tidak harus diterapkan,” ujarnya. “Hubungan kami tetap baik meskipun ada pengumuman pekan lalu. Jalur komunikasi sudah dibuka kembali, kita lihat nanti hasilnya.”
Namun, Bessent menegaskan bahwa langkah China tergolong provokatif dan AS meresponsnya dengan tegas. Ia menambahkan bahwa Washington telah menjalin koordinasi dengan sekutu seperti Eropa, India, dan sejumlah negara demokrasi di Asia.
“China adalah ekonomi yang dikendalikan negara. Mereka tidak akan bisa mengendalikan kami,” tegasnya.
China sendiri menyalahkan AS atas meningkatnya ketegangan perdagangan dan menyebut ancaman tarif 100% yang baru sebagai tindakan “hipokrit”.
Baca Juga: Menkeu AS: Trump Siap Bertemu Xi Jinping di Korea Selatan
Beijing juga membela kebijakan pembatasan ekspor mineral tanah jarang dan peralatan pendukungnya — sektor di mana China masih mendominasi pasar global.
Berdasarkan peraturan baru China, perusahaan asing yang memproduksi mineral tanah jarang atau magnet berbasis bahan tersebut kini juga wajib memiliki lisensi ekspor China jika produk akhirnya mengandung bahan atau menggunakan peralatan asal China, meskipun tidak ada entitas China yang terlibat langsung dalam transaksi.
Bessent menegaskan bahwa Amerika Serikat akan menolak aturan lisensi tersebut.
“Kami tidak akan tunduk pada persyaratan ekspor versi Beijing,” katanya dalam wawancara di program Mornings with Maria.