kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

AS dan Rusia mulai pembicaraan nuklir, siapa paling banyak punya hulu ledak?


Senin, 22 Juni 2020 / 15:15 WIB
AS dan Rusia mulai pembicaraan nuklir, siapa paling banyak punya hulu ledak?


Sumber: The Moscow Times | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - WINA. Amerika Serikat (AS) dan Rusia pada Senin (22/6) membuka pembicaraan tentang perjanjian nuklir besar mereka. Tetapi, bagi beberapa pengamat, itu mungkin hanya awal dari akhir.

Pemerintahan Presiden Donald Trump bersikeras, tapi tidak berhasil, mengajak China bergabung dengan diskusi di Wina mengenai New START, perjanjian yang membatasi hulu ledak nuklir AS dan Rusia.

New START berakhir pada 5 Februari 2021, menghadirkan tenggat waktu yang sangat ketat untuk memperbarui kesepakatan yang rumit, apalagi menegosiasikan perjanjian baru yang melibatkan kekuatan ketiga.

Marshall Billingslea, Utusan Nuklir AS, telah meningkatkan tekanan terhadap China, mengatakan, perannya akan menjadi faktor dalam menentukan, apakah pembicaraan di Wina konstruktif atau tidak.

Baca Juga: Tolak resolusi nuklir, Iran: Mereka yang buat keputusan akan pikul konsekuensinya!

China, yang persenjataan nuklirnya berkembang pesat tetapi masih jauh lebih sedikit dari program-program AS dan Rusia, berulang kali menolak untuk ambil bagian, di tengah ketegangan dengan Trump di berbagai bidang.

Menurut Daryl Kimball, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengendalian Senjata, kelompok riset yang berbasis di Washington, desakan untuk memasukkan China menunjukkan, Pemerintahan Trump tidak serius.

"Satu-satunya kesimpulan yang saya bisa ambil adalah, Marshall Billingslea dan Pemerintahan Trump tidak bermaksud untuk memperpanjang New START," katanya seperti dikutip The Moscow Times.

"Dan berusaha untuk menunjukkan ketertarikan China dalam pembicaraan kontrol senjata trilateral sebagai alasan sinis untuk memungkinkan New START berakhir," ujar Kimball.

Baca Juga: Ini 9 negara pemilik 13.400 hulu ledak nuklir, siapa yang paling banyak?

Pemerintahan Trump telah meninggalkan dua perjanjian dengan Rusia, yakni Kesepakatan Open Sky dan Kesepakatan Angkatan Nuklir Jarak Menengah (INF).

Rusia, yang dalam pembicaraan di Wina akan dipimpin Wakil Menteri Luar Negeri Sergei Ryabkov, telah mengusulkan perpanjangan New START untuk memberikan waktu bernegosiasi.

Peta kekuatan nuklir AS, Rusia, dan China

Namun, mengutip The Moscow Times, Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov, menyatakan, "sangat pesimis, karena untuk saat ini dia tidak melihat tanda-tanda positif dalam pembicaraan New START".

New START, warisan Perang Dingin yang versi terakhirnya dinegosiasikan oleh Presiden Barack Obama, memungkinkan AS dan Rusia untuk menggunakan tidak lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir dan mengurangi setengah jumlah peluncur rudal nuklir strategis.

Rusia, yang persenjataan nuklirnya merupakan elemen kunci kekuatan, ingin memastikan kesetaraan dengan AS. Moscow juga menginginkan diskusi yang lebih luas dengan Washington mengenai pengendalian senjata, termasuk tentang ancaman AS untuk melanjutkan uji coba nuklir setelah hampir tiga dekade.

Billingslea mengatakan bulan lalu, AS tidak hanya memperhatikan China tetapi Rusia dan menuduh Moskow memodernisasi ribuan senjata nuklir "non-strategis" yang berada di luar New START.

Baca Juga: Uji coba sukses, kapal selam Prancis siap tembak rudal nuklir sejauh 6.000 km

"Mereka telah mengadopsi doktrin nuklir yang sangat provokatif yang mencakup peningkatan awal dan penggunaan senjata nuklir," kata Billingslea, menyerukan perjanjian penerus untuk menempatkan lebih banyak senjata Rusia di bawah pengawasan.

Fyodor Lukyanov, analis dari Rusia, menyebutkan, Moskow masih percaya dengan New START Baru sebagai cara untuk memastikan kontrol dan transparansi.

"Ini menciptakan tingkat kepercayaan tertentu, betapapun sederhana, yang ada sekarang," sebutnya seperti dilansir The Moscow Times. "Tapi, itu tidak seperti Rusia akan merasa ditinggalkan dan menangis jika perjanjian itu berakhir".

"Kebuntuan atas New START dan runtuhnya perjanjian lain menunjukkan, era perjanjian kontrol senjata nuklir bilateral antara Rusia dan AS mungkin akan berakhir," kata Shannon Kile dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), seperti The Moscow Times lansir.

Baca Juga: China menambah 30 hulu ledak nuklir tahun lalu, kestabilan dunia terancam?

Menurut penelitian terbaru SIPRI, Rusia memiliki 6.375 hulu ledak nuklir dan AS punya 5.800 hulu ledak nuklir. Cina berada di urutan ketiga pemilik terbanyak di dunia dengan 320 hulu ledak nuklir.

Pejabat AS, bagaimanapun, mengatakan, China sedang mengalami ekspansi besar dan perlu transparan jika negeri tembok raksasa ingin mendapat perlakuan sebagai kekuatan utama nuklir dunia.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×