Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Amerika Serikat menghadapi ancaman shutdown pada Selasa tengah malam jika Kongres gagal mencapai kesepakatan mengenai pendanaan sementara.
Presiden Donald Trump dijadwalkan bertemu para pemimpin Kongres di Gedung Putih pada Senin dalam upaya terakhir meredakan kebuntuan.
Namun, hingga kini Partai Republik dan Partai Demokrat belum menunjukkan tanda-tanda akan menyetujui rencana pendanaan jangka pendek. Demokrat menegaskan mereka tidak akan menandatangani proposal tanpa adanya konsesi, khususnya terkait pemulihan anggaran yang sebelumnya dipotong.
Taruhannya: US$1,7 Triliun Belanja Diskresioner
Jika Kongres tidak bertindak, ribuan pegawai federal—dari NASA hingga taman nasional—berpotensi dirumahkan tanpa gaji. Layanan publik seperti pengadilan federal dan penyaluran hibah bagi usaha kecil juga akan terganggu.
Masalah utama terletak pada belanja diskresioner senilai US$1,7 triliun yang mendanai operasional lembaga pemerintah.
Baca Juga: Trump Gelar Pertemuan dengan Pemimpin Kongres untuk Cegah Shutdown Pemerintah AS
Anggaran ini akan habis pada akhir tahun fiskal, sementara sebagian besar dari total anggaran federal sebesar US$7 triliun dialokasikan untuk kesehatan, program pensiun, dan pembayaran bunga utang yang kini mencapai US$37,5 triliun.
Konflik Lama yang Berulang
Perseteruan ini bukan hanya soal pendanaan sementara, melainkan kelanjutan konflik sejak Trump kembali menjabat dan menolak mengalokasikan miliaran dolar yang sudah disetujui Kongres.
Demokrat berusaha menggunakan ancaman shutdown untuk memulihkan sebagian dana tersebut sekaligus memperpanjang subsidi kesehatan yang akan berakhir tahun ini. Jika gagal, sekitar 24 juta warga AS yang mengandalkan program Affordable Care Act (ACA) berisiko menghadapi lonjakan biaya asuransi.
Tekanan Politik dan Kesehatan Publik
Pemimpin Demokrat di Senat, Chuck Schumer, memperingatkan bahwa pemangkasan subsidi bisa menutup rumah sakit pedesaan dan menaikkan premi asuransi secara drastis. “Kami tidak ingin ada shutdown. Kami berharap mereka mau bernegosiasi serius dengan kami,” ujarnya dalam program Meet the Press.
Sebaliknya, Pemimpin Republik di Senat, John Thune, menegaskan bahwa Kongres harus lebih dulu meloloskan RUU pendanaan sementara sebelum membahas isu kesehatan. “Anda tidak bisa menyelesaikan ini sebelum Selasa, apalagi dengan menyandera rakyat Amerika lewat shutdown,” katanya.
Demokrat Kompak, tapi Risiko Mengintai
Meski Demokrat—baik dari kubu moderat maupun progresif—solid mendukung upaya memperkuat pendanaan kesehatan, strategi ini penuh risiko. Sejumlah staf Demokrat di Kongres khawatir publik justru menyalahkan partai mereka jika shutdown benar terjadi.
Perwakilan Demokrat dari Michigan, Hillary Scholten, menekankan bahwa konstituennya ingin ia memperjuangkan anggaran kesehatan, termasuk riset kanker anak. Namun, ia mengakui bahwa shutdown akan berdampak langsung pada distrik yang memiliki instalasi besar Penjaga Pantai AS.
Baca Juga: Menjelang Shutdown AS, Dana US$8 Miliar Kesehatan dan Pendidikan Terancam Mandek
Hal senada diungkapkan Joe Courtney, anggota DPR dari Connecticut, yang menyoroti potensi dampak pada riset medis di Yale University dan University of Connecticut. “Ini bisa menghancurkan pasien yang sedang menjalani uji klinis,” ujarnya.
Bayang-Bayang Pemilu 2026
Kalkulasi politik juga menjadi faktor penting. Demokrat ingin menggalang semangat basis pemilih menjelang pemilu sela 2026, ketika kendali atas Kongres kembali diperebutkan.
Namun, Republikan menuduh Demokrat sekadar menentang Trump tanpa alternatif yang jelas. Thune bahkan menyindir strategi Demokrat sebagai bentuk “Trump Derangement Syndrome”.
Dengan tenggat waktu yang semakin dekat, kedua belah pihak kini menghadapi tekanan besar untuk mencapai kompromi—atau menghadapi risiko politik dan ekonomi dari shutdown yang kian nyata.