Sumber: Arab News | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin telah memerintahkan kapal selam berpeluru kendali ke Timur Tengah dan memerintahkan gugus tempur kapal induk USS Abraham Lincoln untuk berlayar lebih cepat ke wilayah tersebut, demikian ungkap Departemen Pertahanan AS pada hari Minggu.
Langkah ini diambil setelah percakapan antara Austin dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, yang mengungkapkan kekhawatiran bahwa persiapan militer Iran menunjukkan kemungkinan serangan besar-besaran terhadap Israel.
Alasan di Balik Peningkatan Kekuatan Militer AS
Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya Amerika Serikat dan sekutunya untuk mendorong perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Hamas, serta untuk meredakan ketegangan yang semakin meningkat setelah pembunuhan pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran dan seorang komandan senior Hezbollah di Beirut.
Kapal selam bertenaga nuklir USS Georgia telah berada di Laut Mediterania sejak Juli, dan pengumuman publik tentang penempatan kapal selam ini tergolong jarang. Pengumuman ini menandakan peningkatan signifikan dalam kehadiran militer AS di kawasan tersebut.
Baca Juga: Situasi Gaza Memburuk, Sedikitnya 25 Warga Palestina Tewas dalam 24 Jam Terakhir
Selain itu, kapal induk USS Abraham Lincoln, yang saat ini berada di Asia Pasifik, diperintahkan untuk mempercepat kedatangannya ke wilayah Central Command untuk menggantikan kelompok penyerang kapal induk USS Theodore Roosevelt.
Menurut pernyataan Jenderal Mayjen Pat Ryder dari Pentagon, Austin menegaskan komitmen Amerika Serikat untuk mengambil setiap langkah yang mungkin untuk membela Israel dan memperkuat postur serta kapabilitas militer AS di Timur Tengah. Selain itu, Austin dan Gallant juga membahas operasi militer Israel di Gaza dan pentingnya memitigasi kerugian sipil.
Dampak Serangan dan Respons Internasional
Serangan udara Israel baru-baru ini yang menghantam sebuah sekolah yang diubah menjadi tempat perlindungan di Gaza pada hari Sabtu pagi menyebabkan setidaknya 80 orang tewas dan hampir 50 orang terluka. Serangan ini merupakan salah satu serangan paling mematikan dalam perang Israel-Hamas yang telah berlangsung selama 10 bulan.
Pembunuhan Ismail Haniyeh pada 31 Juli di Teheran dan pembunuhan komandan militer senior Hezbollah, Fuad Shukr, oleh Israel di Beirut telah memicu kekhawatiran bahwa konflik di Gaza dapat berkembang menjadi perang yang lebih luas di Timur Tengah.
Iran menuduh AS bertanggung jawab atas pembunuhan Haniyeh karena dukungannya terhadap Israel. Beberapa personel AS dan koalisi juga terluka dalam serangan drone di Suriah, menambah ketegangan di kawasan tersebut.
Baca Juga: Memanasnya Tensi di Timur Tengah Dorong Prospek Harga Minyak Dunia
Langkah-langkah yang diambil oleh Amerika Serikat menunjukkan adanya peningkatan perhatian dan keterlibatan dalam upaya menjaga stabilitas regional. Penguatan kehadiran militer AS di Timur Tengah bertujuan untuk memperkuat pertahanan Israel dan mencegah eskalasi lebih lanjut dari konflik yang sedang berlangsung.
Secara keseluruhan, situasi ini mencerminkan kompleksitas dan ketegangan yang tinggi di Timur Tengah, serta bagaimana kekuatan global seperti Amerika Serikat berusaha untuk mengelola dan merespons dinamika konflik yang berkembang di kawasan tersebut.