Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - BAGHDAD/WASHINGTON. Amerika Serikat melancarkan serangan udara di Irak pada Selasa, sebagai aksi pembelaan diri di tengah meningkatnya ketegangan regional setelah serangan udara Israel di Beirut yang menewaskan komandan senior Hizbullah, menurut para pejabat AS kepada Reuters.
Serangan tersebut menargetkan sebuah pangkalan di selatan Baghdad yang digunakan oleh Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) Irak, mengakibatkan empat anggota milisi yang bersekutu dengan Iran tewas dan empat lainnya terluka, menurut sumber-sumber polisi dan medis Irak.
PMF belum mengeluarkan tuduhan mengenai pihak yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Baca Juga: Profil Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Moderat dan Tangguh
Para pejabat AS, yang enggan disebut namanya, mengonfirmasi bahwa serangan tersebut dilancarkan di Musayib, provinsi Babil, dan menargetkan militan yang dianggap AS berencana meluncurkan pesawat tak berawak yang mengancam pasukan AS dan koalisi.
"Tindakan ini menggarisbawahi komitmen Amerika Serikat terhadap keselamatan dan keamanan personel kami," ujar salah satu pejabat AS. Namun, mereka tidak memberikan komentar terkait adanya korban jiwa.
Serangan ini merupakan yang pertama dilakukan AS di Irak sejak Februari, ketika militer AS melancarkan serangan udara di Irak dan Suriah terhadap sasaran yang terkait dengan Garda Revolusi Iran dan milisi pro-Iran.
Pekan lalu, beberapa roket ditembakkan ke pangkalan udara Ain al-Asad di Irak yang menampung pasukan pimpinan Amerika, namun tidak ada laporan kerusakan atau korban jiwa.
Baca Juga: Israel Klaim Bunuh Komandan Senior Hizbullah dalam Serangan di Beirut
Situasi ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran akan konflik yang lebih luas di Timur Tengah setelah serangan udara Israel di Beirut.
Pasukan Mobilisasi Populer, kelompok paramiliter yang didukung negara dengan 150.000 anggota, didominasi oleh milisi bersenjata yang setia kepada Iran.
Irak, yang menjadi sekutu langka bagi AS dan Iran serta menampung 2.500 tentara AS, telah menyaksikan peningkatan serangan balasan sejak perang Israel-Hamas pecah pada Oktober.
Irak berencana menarik pasukan koalisi pimpinan AS mulai September dan mengakhiri kerja sama pada September 2025, dengan beberapa pasukan AS kemungkinan tetap sebagai penasihat.
Baca Juga: PM Israel Netanyahu Tegaskan Tidak Ada Perubahan Kebijakan di Al-Aqsa
Masalah ini sangat dipolitisasi di Irak, dengan faksi politik yang pro-Iran berusaha mengusir pasukan AS, sementara pejabat AS berusaha menghindari memberikan kemenangan bagi Iran dan sekutunya.
Pasukan pimpinan AS menginvasi Irak pada 2003, menggulingkan Saddam Hussein, dan kembali pada 2014 untuk melawan ISIS sebagai pemimpin koalisi.