Sumber: Channelnewsasia.com | Editor: Handoyo .
Siapa yang paling terdampak?
Lee berpendapat, pelarangan ini akan memicu protes dari para pengguna dan kreator konten AS yang menjadikan TikTok sebagai sumber mata pencaharian.
Banyak orang di AS menjalankan usaha dan mencari uang di fitur TikTok Shop.
Jika TikTok pada akhirnya benar-benar dilarang di AS, maka platform video berdurasi pendek lainnya seperti Instagram Reels, Youtube Shorts dan Triller akan mengisi kekosongan tersebut.
Faizal mengatakan, raksasa teknologi seperti Google, Meta dan X sudah pasti akan mencari keuntungan dari kondisi ini.
Mengapa ByteDance tidak menjual saja TikTok?
Mantan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan kepada CNBC Maret lalu bahwa ia sedang membangun sebuah grup investor untuk mengakuisisi TikTok.
Wall Street Journal juga melaporkan bahwa mantan CEO Activision Blizzard, Bobby Kotick, sedang mencari mitra potensial untuk pembelian TikTok.
Namun, ByteDance sepertinya tidak akan menjual TikTok kepada siapapun.
China sendiri mungkin tidak akan menerima divestasi TikTok dari ByteDance. Pasalnya menurut Faizal, China menganggap pelarangan TikTok adalah tindakan permusuhan oleh pemerintah AS yang berkolusi dengan media dan pengusaha.
Divestasi juga akan melanggar peraturan ekspor China yang mengklasifikasikan algoritma TikTok sebagai "teknologi sensitif yang tidak boleh dijual ke entitas asing".
"China akan menanggapinya dengan menjatuhkan sanksi-sanksi terhadap perusahaan-perusahaan AS," tambahnya.
"Tetapi apakah China hanya menggertak saja, ini yang perlu kita lihat nanti."
Kapan pelarangan akan berlaku?
ByteDance punya waktu sembilan bulan untuk menjual TikTok, dengan kemungkinan perpanjangan tiga bulan jika penjualan sedang dalam proses.
Tenggat waktu itu akan berakhir setelah pemenang pemilu presiden AS 2024 diambil sumpahnya.
Calon presiden dari Partai Republik Donald Trump, yang sempat ingin melarang TikTok ketika dia masih menjabat, mengkritik keputusan tersebut.
Alex Capri, peneliti senior di Hinrich Foundation dan dosen senior di Fakultas Bisnis National University of Singapore (NUS), Singapura, meyakini nasib TikTok tidak tergantung dari siapa presiden terpilih AS nanti.
CEO TikTok, Chew Shou Zi, telah bersumpah untuk membawa masalah ini ke pengadilan.
Jika proses hukum ini berlangsung, maka praktis pelarangan TikTok akan tertunda. Jika kasus ini maju ke pengadilan, diperkirakan akan butuh waktu bertahun-tahun sampai bisa rampung.
"Pengadilan AS pada akhirnya yang akan memutuskan apakah akan menegakkan atau membatalkan larangan terhadap TikTok, berdasarkan Amandemen Pertama Konstitusi AS, dan hak kebebasan berbicara untuk seluruh warga negara," kata Capri, seraya menambahkan bahwa kasus ini dapat berlanjut hingga ke Mahkamah Agung AS.
"Jika pengadilan membatalkan larangan tersebut, TikTok tidak akan kemana-mana."