Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Amerika Serikat diperkirakan akan kehilangan pendapatan pariwisata sebesar US$ 12,5 miliar pada tahun 2025. Menurut data terbaru dari World Travel & Tourism Council (WTTC) yang dibagikan secara eksklusif kepada Bloomberg, pengeluaran wisatawan diprediksi turun menjadi di bawah US$ 169 miliar hingga akhir tahun.
Ini mencerminkan penurunan sekitar 7% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan terbesar dari puncak sektor pariwisata AS terjadi pada 2019 yakni 22%.
Dari 184 ekonomi global yang dianalisis WTTC bersama Oxford Economics, AS menjadi satu-satunya negara yang diproyeksikan mengalami kerugian dalam sektor pariwisata tahun ini. "Negara lain sedang menggelar karpet merah bagi wisatawan, sementara AS tampak seperti menggantungkan tanda tutup di pintunya," kata Julia Simpson, Presiden dan CEO WTTC dikutip Bloomberg.
Baca Juga: Di Kota Ini, Turis yang Menginap Harus Bayar Pajak
Simpson memperingatkan, dampak dari situasi ini bisa sangat merusak. "Sektor perjalanan dan pariwisata AS adalah yang terbesar secara global, bernilai hampir US$ 2,6 triliun," ujar dia. Menurut data WTTC, sektor ini menyumbang 9% terhadap ekonomi AS, menciptakan 20 juta lapangan kerja dan menghasilkan US$ 585 miliar dalam bentuk pajak atau 7% dari total pendapatan pajak negara.
Masalah ini, menurut Simpson, sudah berkembang sejak era Presiden Joe Biden, ketika pembatasan perjalanan terkait pandemi COVID-19 bertahan lebih lama daripada di banyak negara lain. Ketika dolar AS menguat secara signifikan, AS menjadi destinasi yang terlalu mahal bagi banyak wisatawan asing, termasuk dari Jepang dan Eropa.
Kini, WTTC melihat adanya pergeseran persepsi wisatawan internasional terhadap AS, dipicu oleh retorika “America First” dan kebijakan imigrasi yang semakin ketat. "Sayangnya, sekarang kami melihat perubahan sentimen yang sangat menyedihkan," kata Simpson.
Simpson menambahkan, pembuat kebijakan perlu memahami bahwa sektor pariwisata tidak bisa disamakan dengan isu imigrasi ilegal. "Sistem yang canggih seharusnya bisa menyeimbangkan keduanya," ujar dia.
Data dari Departemen Perdagangan AS juga menunjukkan penurunan kunjungan wisatawan internasional pada Maret 2025. Kunjungan dari Inggris turun 15% secara tahunan, Jerman 28%, Korea Selatan 15%, dan negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, serta Republik Dominika mencatat penurunan antara 24% hingga 33%.
Baca Juga: KAI Catat Turis Asing Gunakan Kereta Api Capai 669.226 Sepanjang 2024
Dampaknya paling terasa di kota-kota besar dan wilayah perbatasan seperti New York dan daerah utara Negara Bagian New York yang berbatasan dengan Kanada.
New York City, yang sebelumnya memperkirakan pemulihan penuh sektor pariwisata pada 2025, kini harus merevisi proyeksinya. Kota ini memperkirakan akan kehilangan 400.000 wisatawan dan sekitar US$ 4 miliar dalam pendapatan pariwisata dibandingkan tahun 2024.
Meski jumlah wisatawan domestik diperkirakan naik 400.000 orang, penurunan jumlah wisatawan internasional sebanyak 800.000 orang memberi dampak besar karena mereka cenderung tinggal lebih lama dan membelanjakan lebih banyak uang.
Gubernur New York, Kathy Hochul, menyatakan sekitar 66% pelaku usaha di wilayah utara negara bagian sudah melaporkan penurunan signifikan dalam pemesanan dari wisatawan Kanada. Sebanyak 26% dari bisnis-bisnis tersebut bahkan telah mengurangi jumlah karyawan.
WTTC kini memperkirakan sektor pariwisata AS baru akan sepenuhnya pulih ke tingkat pra-pandemi paling cepat pada tahun 2030 dengan catatan tidak ada gangguan lebih lanjut. Salah satu potensi hambatan adalah rencana legislasi yang akan menaikkan biaya Electronic System for Travel Authorization (ESTA) dari US$ 21 menjadi US$ 40, yang menurut Simpson justru akan semakin menghalangi wisatawan untuk datang.
"Sektor pariwisata itu sangat tangguh, tapi butuh dorongan yang tepat. Menaikkan biaya ESTA hanya akan memperburuk keadaan," ujar Simpson.
Saat negara-negara lain seperti India, China dan wilayah Timur Tengah mulai menikmati pertumbuhan berkat kemudahan visa digital dan insentif wisata, AS justru tertinggal. "Ini adalah momen yang menyedihkan bagi pariwisata Amerika," tutur Simpson.
Baca Juga: 10 Negara Ini Paling Jarang Dikunjungi Turis, Ternyata Ada Alasannya