kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bank China, Brasil, dan Turki rentan krisis


Selasa, 15 September 2015 / 20:49 WIB
Bank China, Brasil, dan Turki rentan krisis


Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Yudho Winarto

BEIJING. Pertumbuhan kredit di China, Brasil dan Turki memasuki zona mengkhawatirkan. Pertumbuhan kencang penyaluran kredit di negara tersebut tidak cuma menumpukkan utang, tapi membawa industri perbankan rentan guncangan krisis ekonomi.

Laporan terbaru Bank for International Settlements (BIS) menyebutkan, rasio kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) di China, Brasil dan Turki semakin tinggi. Rasio kredit terhadap PDB China semisal, mencapai level 25,4%, tertinggi ketimbang negara lain di seluruh dunia.

Disusul perbankan Turki yang mengendalikan 16,6% dari total PDB. Selanjutnya, kekuatan perbankan Brasil mencapai 15,7% dari total ekonomi.

“Indikator peringatan dini perbankan menunjukkan risiko yang timbul dari pertumbuhan kredit yang kuat. Secara historis, negara dengan rasio kredit di atas ambang 10% berpotensi sekitar 60% terkena krisis yang terjadi dalam waktu tiga tahun," tulis laporan BIS seperti dikutip Bloomberg, Senin (14/9).

Negara berkembang

Laporan BIS mengungkapkan, perbankan negara berkembang (emerging market) lebih rentan terhadap krisis. Alasannya, perbankan negara berkembang mengalami pemulihan paling cepat saat menghadapi krisis finansial tahun 2008.

Saat perbankan Amerika Serikat (AS) dan Eropa terkapar pada tahun 2008, pertumbuhan kredit di negara berkembang kian melesat tinggi. Devaluasi yuan di akhir bulan lalu meningkatkan kekhawatiran terhadap daya tahan perbankan China.

Risiko perbankan China meningkat lantaran kucuran kredit mencetak rekor CNY 17,6 triliun atau US$ 2,8 triliun. Tumpukan utang ini banyak terjadi saat kredit perbankan booming di era Perdana Menteri China Wen Jiabao pada tahun 2009.

Kekhawatiran mulai muncul ditandai dengan kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang menyentuh angka CNY 982,5 miliar pada kuartal I 2015. Angka ini merupakan NPL tertinggi sejak tahun 2004.

Gambaran saja, NPL perbankan China itu setara dengan ukuran ekonomi Vietnam. Perbankan Brasil juga tak luput dari tekanan NPL. Bank terbesar di Amerika Latin, Banco do Brasil SA menyisihkan 21% dari total laba untuk cadangan kerugian NPL.

Yang menarik, BIS pun menyoroti kondisi perbankan di Indonesia, Singapura dan Thailand. Perbankan ketiga negara ini turut masuk zona rentan krisis. Sebab, hitungan BIS, rasio perbankan tiga negara itu terhadap PDB sudah di atas 10%.     



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×