kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.296.000   12.000   0,53%
  • USD/IDR 16.620   34,00   0,20%
  • IDX 8.102   -67,52   -0,83%
  • KOMPAS100 1.106   -9,56   -0,86%
  • LQ45 780   -5,72   -0,73%
  • ISSI 287   -0,96   -0,33%
  • IDX30 409   -2,88   -0,70%
  • IDXHIDIV20 460   -3,37   -0,73%
  • IDX80 122   -1,07   -0,87%
  • IDXV30 131   -1,10   -0,84%
  • IDXQ30 128   -0,72   -0,56%

Bank Dunia Optimistis Ekonomi China & RI Tumbuh 4,8%, Tapi Momentum Bisa Melemah 2026


Rabu, 08 Oktober 2025 / 05:12 WIB
Bank Dunia Optimistis Ekonomi China & RI Tumbuh 4,8%, Tapi Momentum Bisa Melemah 2026
ILUSTRASI. Bank Dunia (World Bank) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China dan Indonesia untuk tahun 2025 menjadi 4,8%. REUTERS/Kim Kyung-Hoon


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Bank Dunia (World Bank) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China untuk tahun 2025 menjadi 4,8% dan meningkatkan perkiraan bagi sebagian besar negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik. 

Namun, lembaga tersebut memperingatkan adanya perlambatan tahun depan akibat rendahnya kepercayaan konsumen dan pelaku usaha serta lemahnya pesanan ekspor baru.

Melansir Reuters, dalam laporan ekonomi dua tahunan untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik yang dirilis Selasa (7/10/2025), Bank Dunia kini memperkirakan ekonomi China akan tumbuh 4,2% pada 2026. Sebelumnya, pada April lalu, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan China akan sebesar 4,0% baik untuk 2025 maupun 2026.

“Pertumbuhan di China, ekonomi terbesar di kawasan ini, diperkirakan akan menurun ... karena perlambatan pertumbuhan ekspor, kemungkinan pengurangan stimulus fiskal seiring meningkatnya utang publik, serta perlambatan struktural yang berkelanjutan,” tulis laporan tersebut.

Bank Dunia memperkirakan kawasan Asia Timur dan Pasifik lainnya akan tumbuh 4,4% pada 2025 — naik 0,2 poin persentase dari proyeksi sebelumnya — dan mempertahankan prediksi pertumbuhan 4,5% untuk 2026.

Lembaga tersebut menilai lemahnya momentum pertumbuhan disebabkan oleh meningkatnya hambatan perdagangan, tingginya ketidakpastian kebijakan ekonomi global, serta perlambatan ekonomi dunia. Faktor ketidakpastian politik dan kebijakan, terutama di Indonesia dan Thailand, turut menambah tekanan.

Baca Juga: Teknologi Bikin Trump Melunak ke China

“Perusahaan-perusahaan mengadopsi pendekatan wait and see, menunda atau mengurangi belanja modal mereka,” tulis Bank Dunia.

Tekanan terhadap pertumbuhan global tahun ini juga disebabkan oleh perubahan besar dalam kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Asia, yang menjadi rumah bagi banyak ekonomi berbasis ekspor, terkena imbas dari kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump yang tidak terduga.

Data bulan September menunjukkan output pabrik dan penjualan ritel China tumbuh paling lemah dalam hampir satu tahun, memperlihatkan bahwa ekonomi negara tersebut masih berjuang untuk pulih sepenuhnya.

Analis memperkirakan Beijing akan meluncurkan stimulus tambahan untuk mencegah perlambatan tajam dan menjaga target pertumbuhan tahunan pemerintah di kisaran “sekitar 5%”.

Bank Dunia juga mendesak negara-negara di kawasan agar tetap fokus pada prospek jangka panjang. Menurut lembaga itu, mendukung pertumbuhan jangka pendek melalui stimulus fiskal mungkin memberikan manfaat yang kurang berkelanjutan dibandingkan dengan reformasi domestik yang lebih mendalam.

Baca Juga: Bank Sentral China Memperpanjang Pembelian Emas untuk Bulan ke 11

Bagaimana dengan Indonesia?

Bank Dunia juga merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025.

Dalam laporan bertajuk World Bank East Asia and The Pacific Economic Update October 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan mencapai 4,8% pada 2025, naik dari proyeksi sebelumnya 4,7% pada April 2025.

Sementara itu, proyeksi untuk tahun 2026 tidak berubah, tetap di level 4,8%.

Kenaikan proyeksi ini dipengaruhi oleh meningkatnya hambatan perdagangan, ketidakpastian kebijakan ekonomi global, serta melambatnya ekonomi dunia. Bank Dunia juga mencatat adanya ketidakpastian politik dan kebijakan di dalam negeri yang dapat memengaruhi arah pertumbuhan.

Tonton: Pemerintah China Bakal Permudah Impor dan Ekspor Emas, Ini Tujuannya

“Misalnya fokus saat ini adalah pada subsidi untuk sektor pangan, transportasi, dan energi, serta investasi yang diarahkan oleh negara untuk meningkatkan permintaan agregat,” tulis Bank Dunia dalam laporannya, Selasa (7/10/2025).

Di sisi lain, World Bank menilai bahwa BUMN cenderung menunjukkan produktivitas yang lebih rendah dibandingkan perusahaan swasta dalam sektor manufaktur yang sama.

"Selain itu, keberadaan BUMN dikaitkan dengan berkurangnya penciptaan lapangan kerja dan produktivitas perusahaan lain di sektor tersebut," katanya.

Selanjutnya: Kopi Indonesia Terancam Kalah Bersaing di Pasar Amerika Serikat




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×