Sumber: South China Morning Post,Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Shi mengatakan bahwa meskipun Beijing berkepentingan untuk mengakhiri perang dagang yang merusak, pemimpin Beijing pertama-tama harus mempertimbangkan cara dengan menghentikan sementara waktu perundingan perdagangan selama setahun.
"Tidak ada yang namanya makan siang dan pembalasan gratis yang pasti akan menyakitkan. Tetapi jika kita tidak bertindak cepat, hampir pasti bahwa kita akan menderita rasa sakit yang lebih besar," kata Shi kepada South China Morning Post.
Mantan pejabat dan analis China lain mendesak Beijing untuk membalas lebih keras daripada yang dilakukan Trump terhadap penandatanganan UU Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong. Pada hari Senin, Beijing menanggapi tindakan tersebut dengan melarang kapal dan pesawat militer AS mengunjungi kota dan memberikan sanksi kepada organisasi non-pemerintah yang berpusat di AS.
- Baca Juga: Komentar Trump dan RUU Uighur merusak prospek kesepakatan AS-China
- Baca Juga: Prospek kesepakatan dagang AS-China kian suram, ini sejumlah indikasinya
- Baca Juga: DPR AS loloskan RUU Uighur China, kemarahan Beijing meluap-luap
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Selasa (3/12), Dewan Perwakilan Rakyat AS menyetujui RUU yang mengharuskan pemerintahan Trump untuk mempertegas responnya atas penindasan China kepada kaum minoritas Muslim, Uighur.
Melansir Reuters, Undang-Undang Uighur tahun 2019 adalah versi yang lebih kuat dari RUU yang membuat marah Beijing ketika diloloskan Senat pada bulan September. UU ini menyerukan kepada Presiden Donald Trump untuk menjatuhkan sanksi pertama kalinya pada anggota politbiro China yang kuat, bahkan ketika AS tengah berupaya mencapai kesepakatan dengan Beijing demi mengakhiri perang dagang yang menghantam ekonomi global.