Sumber: Kompas.com | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Singapura dikritik 'kejam dan tidak manusiawi' setelah menghukum mati seorang pengedar narkoba melalui aplikasi Zoom.
Seorang pengedar obat terlarang asal Malaysia, Punithan Genasan (37) pada Rabu (20/5) divonis hukuman gantung oleh pengadilan Singapura melalui video konferensi Zoom sebagai tindakan pencegahan terhadap wabah virus corona.
Baca Juga: Singapura mencatat lonjakan kasus corona di masyarakat, ada apa?
Genasan terbukti bersalah dengan mengedarkan narkoba sebanyak 28.5 gram heroin, sebuah tindak kriminal yang dapat dijatuhi hukuman mati di bawah Undang Undang anti narkoba yang ketat di negara itu.
Mahkamah Agung Singapura mengatakan, itu adalah vonis kasus kriminal pertama yang dilakukan melalui daring. Zoom telah menjadi sangat populer sejak virus corona melanda seluruh negara di dunia dan membuat pertemuan-pertemuan yang tak memungkinkan secara fisik berganti dengan pertemuan virtual daring.
Namun, persidangan melalui Zoom yang memvonis mati pelaku pengedar narkoba itu dikritisi oleh Pengawas HAM Human Rights Watch (HRW).
"Hukuman mati secara permanen (adalah) kejam dan tidak manusiawi, dan penggunaan teknologi jarak jauh (seperti yang dilakukan) Singapura menggunakan Zoom untuk menghukum mati seorang pria membuatnya semakin parah," kata wakil direktur HRW, Phil Robertson.
"Cukup mengejutkan, para jaksa penuntut dan pengadilan sangat tidak berperasaan sehingga mereka gagal melihat bahwa seorang pria yang menghadapi hukuman mati harus memiliki hak untuk hadir di pengadilan untuk melihat para penuduhnya," kata Robertson kepada media Perancis AFP.
Baca Juga: Senat AS loloskan RUU yang bisa membuat perusahaan China ditendang dari bursa saham
Mahkamah Agung mengatakan bahwa persidangan dilakukan dari jarak jauh "untuk keselamatan semua yang terlibat dalam persidangan" di tengah wabah Covid-19.
Singapura menyatakan bahwa hukuman mati, yang merupakan warisan dari penjajahan Inggris, diperlukan sebagai pencegah kejahatan meski pun kelompok-kelompok hak asasi manusia telah lama menyerukan agar hukuman itu dihapuskan.
Seperti banyak negara lain, selama wabah, Singapura telah memerintahkan penutupan sebagian besar bisnis, menyarankan orang untuk tetap tinggal di rumah untuk melawan pandemi.
Baca Juga: China siapkan triliunan dolar untuk dongkel AS sebagai penguasa teknologi global
Ibu kota Singapura berhasil mengendalikan wabah pada tahap awal tetapi terkena gelombang infeksi kedua, terutama yang terjadi pada pekerja migran bergaji rendah di asrama yang penuh sesak.
Singapura sejauh ini telah melaporkan lebih dari 29.000 infeksi akibat virus corona termasuk 22 kematian. (Miranti Kencana Wirawan)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Vonis Mati Lewat Zoom, Singapura Dikecam"