Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tri Adi
Meskipun berhasil mengembangkan bisnis rintisan sang ayah, Mohammed Dewij tidak cepat berpuas diri. Dia menargetkan Mohammed Enterprises Tanzania Limited (MeTL) bisa bernilai US$ 5 miliar dalam lima tahun ke depan. Dia juga berambisi menjadi orang terkaya nomor wahid di kawasan Afrika. Ambisi ini bukan tidak mungkin melihat ekspansi bisnis MeTL yang agresif ke berbagai sektor, yakni hingga pertanian dan perkebunan.
Tak puas hanya menjadi sebagai orang terkaya ke-17 di Afrika, pengusaha Mohammaed Dewij berambisi menjadi orang terkaya pertama di Afrika pada tahun 2023. Apalagi ia dikenal sebagai pribadi yang tidak pernah puas dan selalu ingin bekerja keras untuk pencapaian yang lebih banyak.
Pada tahun 2013, Dewij ingin membangun perusahaan konglomerasi terbesar yang ada di Afrika dan berjanji akan menjadi orang terkaya di benua itu dalam beberapa tahun mendatang. "Beri aku waktu 10 tahun. Saya akan menjadi orang terkaya di Afrika," katanya kepada Majalah Forbes.
Lelaki berusia 43 tahun ini berhasil membangun Mohammed Enterprises Tanzania Limited (MeTL), sebuah perusahaan swasta terbesar di Tanzania yang kini bernilai US$ 1,1 miliar. Dia berharap, lima tahun ke depan bisa menjadi kerajaan bisnis senilai US$ 5 miliar.
Ambisi itu bukan tanpa sebab. Keberhasilannya mengantarkan MeTL menjadi sukses dalam waktu singkat. Hanya dalam beberapa waktu ia mengubah bisnis perdagangan ayahnya menjadi perusahaan terbesar Tanzania. Dia meningkatkan bisnis MeTL 30 kali lipat dan meningkatkan pendapatan dari US$ 30 juta menjadi US$ 1,1 miliar. Caranya dengan melakukan diversifikasi beragam produk mulai dari semen dan real estat kemudian ke bisnis energi dan telepon seluler.
Padahal selepas lulus dari Universitas Georgetown ia tidak pernah berpikir akan kembali dan membangun bisnis di Afrika pada tahun 1998. Pada usia 29 tahun, ia dipromosikan menjadi Direktur Pengelolaan MeTL karena berhasil memperluas bisnis ayahnya dengan cepat.
Dewij telah merencanakan bagaimana mendapatkan keuntungan dari tanah kelahirannya di Tanzania, Afrika timur. Ia mengetahui bahwa Afrika timur adalah penghasil kapas terbesar ketiga di benua itu. Karena itu dia memutuskan untuk membangun bisnis tekstil, dengan membeli dan memperbarui pabrik yang rusak di Tanzania, Mozambik, Zambia, Malawi dan Ethiopia. Ia memperoleh infrastruktur industri tekstil, baik pabrik dan mesin dengan harga murah dari bisnis pemerintah yang tengah bangkrut.
Karena semangat dan bekal kewirausahaan, dia telah mengubah MeTL Group menjadi pemain tekstil terbesar di Afrika, melalui integrasi kegiatan pemintalan, penenunan, pemrosesan dan pencetakan. Tanzania mampu bersaing dengan produsen tekstil terbesar dan termurah di dunia mengalahkan China. Adanya kebijakan tarif impor tekstil dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 18% telah membantu melindungi industri lokal.
Saat ini produksi tekstil secara keseluruhan lebih murah di Tanzania daripada di China. Kami mempunyai tenaga kerja dan harga jual yang kompetitif. Keuntungan terbesar Tanzania adalah kapas, sementara China harus mengimpor kapas. "Jadi mereka tidak bisa bersaing dengan saya di pasar saya," kata Dewij.
Selain tekstil, industri pertanian adalah sektor kunci MeTL Group. Perusahaan ini mempunyai lahan subur seluas 50.000 hektare (ha) dan memperkerjakan 24.000 orang yang mengurus perkebunan teh, kapas, kelapa sawit dan kacang mete. Hampir sebagian besar komoditas kaca mete ekspor ke Amerika Serikat (AS).
Ia bahkan memproduksi minyak sayur yang mempunyai kapasitas hingga 600 ton. Tahun 2013, kapasitas minyak tersebut telah meningkatkan empat kali lipat ketika Dewij membeli tambahan 1.650 kilang, menjadi 2.250 ton minyak nabati.
Dia berinvestasi di sektor apapun yang berpotensi bisnis. Itu sebabnya MeTL telah berkontribusi 3,5% bagi produk domestik bruto (PDB) di Tanzania.
(Bersambung)