Sumber: Reuters | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pada pertemuan puncak PBB tentang percepatan aksi perubahan iklim, Senin (23/9), India berjanji akan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Finlandia mengatakan negara itu bertujuan menjadi negara industri pertama yang menyerap lebih banyak karbon daripada memancarkannya.
Pakistan, yang telah menanam 1 miliar pohon dalam lima tahun terakhir, berjanji menambah 10 miliar dalam lima tahun ke depan. Yunani mengatakan akan melarang plastik sekali pakai pada 2021 dan menghentikan penggunaan batubara paling kotor pada 2028.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dihadiri para kepala negara atau perwakilannya, Senin (23/9), berlangsung atas undangan ketua PBB António Guterres. KTT ini dirancang sebagai landasan tindakan yang lebih ambisius untuk mengatasi perubahan iklim .
Tetapi ada beberapa kejutan besar dari negara-negara yang paling kuat, negara-negara dengan emisi karbon terbesar. Beberapa pemimpin mereka tidak diundang untuk berbicara karena kurangnya komitmen meningkatkan upaya di negara masing-masing.
Presiden AS Donald Trump, yang pemerintahannya telah berulang kali bergerak memblokir upaya mengatasi perubahan iklim, tiba-tiba memasuki KTT tetapi hanya tinggal sebentar.
Baca Juga: Sejumlah upaya ini dilakukan pemerintah untuk atasi kebakaran hutan dan lahan
Reuters melaporkan, para pengamat menilai sebagian besar dari sekitar 60 pemimpin memuji kerja yang sudah dilakukan untuk meningkatkan energi bersih, menanam lebih banyak pohon, memotong limbah, menggeser investasi, serta mengurangi risiko bagi negara-negara yang paling rentan di dunia.
Namun, sebaliknya, para kritikus juga mengatakan bahwa pekerjaan seperti itu memang sangat penting dan sangat dibutuhkan. Namun, upaya-upaya yang sudah ada tersebut belum memiliki skala yang cukup untuk mengubah dunia ke jalur yang lebih bersih, lebih aman.
"KTT ini seharusnya menjadi titik balik. Tetapi kita telah melihat kurangnya komitmen luar biasa dari negara-negara pencemar terbesar dan terkaya, yang terus mengambil langkah-langkah tak berarti menuju penyelesaian krisis hidup atau mati," kata Harjeet Singh, yang memimpin tim amal perubahan iklim ActionAid.
Kate Hampton, yang berbicara sebagai kepala Yayasan Dana Investasi Anak-Anak, mengaku sangat sedih karena janji-janji yang dibuat di sana kemungkinan akan mengecewakan para aktivis muda yang mendorong perubahan cepat untuk mengatasi ancaman iklim.
"Saya berharap kursi saya diambil oleh pemimpin G20 yang menggandakan komitmen mereka," katanya. "Jika kita tidak dapat mempercepat banyak solusi yang tersedia untuk kita sekarang ... lalu apa yang kita lakukan, sungguh?"
Jennifer Morgan, Ketua Greenpeace International, mengatakan, "Sebagian besar, para pemimpin dunia tidak memberikan apa yang dibutuhkan di New York hari ini".
Tuntutan generasi muda
Ketika para politisi berbicara, para aktivis iklim muda mengajukan keluhan penting di New York meminta agar PBB memerintahkan anggotanya bertindak cepat dalam mengakselerasi perubahan iklim, demi melindungi generasi mendatang.
Petisi, yang dibawa oleh aktivis remaja Swedia Greta Thunberg dan 15 aktivis muda lainnya, menuduh bahwa ancaman iklim dari cuaca ekstrem hingga kelaparan yang semakin memburuk- secara efektif merupakan pelanggaran terhadap hak asasi anak-anak.
"Orang-orang menderita. Orang-orang sekarat dan yang dapat Anda bicarakan hanyalah uang dan dongeng pertumbuhan ekonomi abadi," kata Thunberg yang marah ketika pembukaan KTT PBB.
Baca Juga: Ratusan bank bernilai US$ 47 triliun adopsi kebijakan iklim baru dalam berbisnis
"Jika Anda memilih mengecewakan kami, saya katakan kami tidak akan pernah memaafkan Anda," katanya, sebelum meninggalkan panggung untuk mengajukan keluhan bersama aktivis pemuda New York Alexandria Villaseñor umur 14 tahun dan aktivis kampanye muda lainnya.
Banyak pemimpin dunia di KTT PBB mengatakan mereka mengakui beratnya ancaman iklim - dan tahu bahwa apa yang mereka lakukan untuk mengatasinya tetap tidak mencukupi.
"Jika kita harus mengatasi ancaman luar biasa yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, kita harus mulai dengan penilaian jujur terhadap diri kita sendiri," kata Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, yang negaranya adalah pemimpin upaya mengekang emisi pemanasan planet.
Presiden Hilda Heine dari Kepulauan Marshall yang berada di dataran rendah -salah satu dari sejumlah negara kepulauan Pasifik yang mengejar pengurangan emisi yang agresif- mengatakan, "Sudah waktunya bagi para pemimpin untuk melakukan hal itu, memimpin".
Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis dari Yunani -di mana lebih dari 100 orang tewas dalam kebakaran hebat tahun lalu- mengatakan ia semakin bisa melihat ancaman meningkat di negaranya sendiri, salah satu alasan negara itu meningkatkan pengurangan emisi.
Baca Juga: Dorong teknologi bersih, Inggris siapkan dana £ 1 miliar bagi para peneliti
Presiden Prancis Emmanuel Macron juga mendesak tindakan lebih cepat, dengan mengatakan "Kita tidak bisa membiarkan orang-orang muda kita terus menghabiskan semua hari Jumat mereka untuk memprotes".
Protes tunggal mingguan oleh Thunberg, diluncurkan sedikit lebih dari setahun yang lalu di depan parlemen Swedia untuk menuntut tindakan iklim telah membengkak menjadi gerakan mogok sekolah global yang Jumat lalu menarik sekitar 4 juta pemrotes di seluruh dunia.
Pada hari Senin Thunberg mengatakan, orang-orang muda tidak akan membiarkan para pemimpin dunia "lolos begitu saja" karena ancaman iklim.
"Di sini, saat ini, adalah di mana kita menarik garis. Dunia bangun dan perubahan akan datang apakah Anda suka atau tidak," katanya, menuduh mereka sebagai pengkhianat generasi mendatang.
Baca Juga: Top investor: Market menghadapi gangguan risiko besar terkait perubahan iklim
Presiden Finlandia Sauli Niinisto mengatakan, dia menerima para aktivis muda itu sesuai dengan kata mereka. "Mereka akan mengawasi kita, dan mereka tidak akan membiarkan kita pergi. Ini harus ditanggapi dengan sangat serius," dia memperingatkan.