Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Pemerintah China resmi membebaskan produsen cognac ternama seperti Pernod Ricard, LVMH, dan Remy Cointreau dari bea masuk anti-dumping hingga 35% atas brendi asal Uni Eropa.
Namun, pembebasan ini hanya berlaku jika mereka menjual produknya di atas harga minimum yang telah disepakati.
Baca Juga: China Tetapkan Bea Masuk 34,9% untuk Brandy Asal Eropa Mulai 5 Juli 2025
Kementerian Perdagangan China mengeluarkan putusan akhir dari penyelidikan anti-dumping terhadap brendi asal Uni Eropa yang sebagian besar berupa cognac asal Prancis yang dimulai tahun lalu.
Bea masuk sebesar 34,9% akan dikenakan selama lima tahun mulai 5 Juli 2025 terhadap produsen yang tidak membuat komitmen harga minimum atau yang melanggar ketentuan tersebut.
Namun, kementerian tidak mengungkapkan rincian harga minimum tersebut.
Sebagai bagian dari keputusan ini, pemerintah China juga akan mengembalikan dana jaminan yang telah disetorkan oleh para produsen sejak Oktober 2024, ketika bea masuk sementara pertama kali diberlakukan.
Masalah pengembalian dana ini menjadi poin krusial dalam negosiasi berbulan-bulan, terutama bagi produsen skala kecil, menurut dua sumber industri.
Baca Juga: Wapres China Han Zheng: Tidak Akan Ada Pemenang dalam Perang Dagang
Remy Cointreau, pemilik merek Remy Martin, menyatakan bahwa kesepakatan harga minimum ini merupakan “alternatif yang jauh lebih ringan dari sanksi,” yang memungkinkan perusahaan tetap memperkuat investasinya di China.
Secara global, ekspor cognac asal Prancis mencapai nilai sekitar US$3 miliar per tahun.
Namun, para pelaku industri berpendapat mereka menjadi korban sampingan dari ketegangan dagang antara Uni Eropa dan China terkait subsidi kendaraan listrik (EV) buatan China dan tarif balasan dari Eropa.
Oktober lalu, China menetapkan tarif sementara hingga 39% terhadap brandy asal Uni Eropa, termasuk merek-merek seperti Hennessy dan Remy Martin, sebagai respons atas tuduhan Uni Eropa bahwa China memberikan subsidi tidak adil untuk industri EV-nya.
“Pemerintah Prancis terus menyampaikan keberatan atas hal ini kepada pemerintah China, dan menyebutnya sebagai isu yang sangat sensitif,” ujar seorang sumber industri Prancis yang enggan disebutkan namanya.
“Kedua pihak, baik Prancis maupun China, tampaknya ingin mencegah konflik ini memburuk dan berusaha mencari jalan tengah.”
Baca Juga: China Perpanjang Bea Masuk Antidumping Baja Nirkarat, Ini Respon Apindo
BNIC (Bureau National Interprofessionnel du Cognac), asosiasi industri cognac Prancis, menyebut kesepakatan harga minimum ini “lebih tidak merugikan” dibandingkan tarif anti-dumping, meskipun tetap lebih buruk daripada kondisi sebelum penyelidikan.
“Oleh karena itu, kami kembali mendesak pemerintah Prancis dan Komisi Eropa untuk segera mencapai kesepakatan politik dengan otoritas China guna mengembalikan situasi ke kondisi tanpa tarif anti-dumping,” ujar BNIC dalam pernyataannya.
Data BNIC menunjukkan bahwa ekspor cognac bulanan ke China, pasar terpenting secara nilai untuk produk ini telah turun hingga 70% akibat sengketa dagang tersebut.
Pekan lalu, Reuters melaporkan bahwa para produsen cognac Prancis telah mencapai kesepakatan awal terkait harga minimum impor ke pasar China.
Namun, China baru akan meresmikan kesepakatan tersebut jika ada kemajuan dalam pembahasan tarif Uni Eropa terhadap kendaraan listrik buatan China.
Baca Juga: Aktivitas Sektor Jasa China Tumbuh Paling Lambat dalam 9 Bulan pada Juni
Pernod Ricard, LVMH, dan Campari belum memberikan komentar atas kabar ini.
Kabar ini kemungkinan akan disambut positif oleh para produsen brandy, terutama karena penjualan di pasar AS, pasar cognac terbesar di dunia secara volume juga melambat akibat inflasi dan ketidakpastian ekonomi.