Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
Melansir Reuters, Beijing telah menetapkan kuota untuk pemindahan massal pekerja dari pedesaan Tibet dan untuk ke berbagai wilayah lain di China sebagai inisiatif untuk menyediakan pekerja setia kepada industri China. "Saat ini, menurut pendapat saya, (kerja paksa itu merupakan) serangan paling kuat, paling jelas dan paling terarah terhadap mata pencarian rakyat Tibet yang kita saksikan sejak Revolusi Kebudayaan tahun 1966 sampai 1976," ujar Dr Adrian Zenz dikutip Reuters.
Dr Zenz adalah seorang antropolog, peneliti Tibet dan Xinjiang independen yang menyusun temuan inti program kerja paksa itu dan merilisnya di Jamestown Foundation. "Ini adalah perubahan gaya hidup yang memaksa dari nomadisme dan bertani menjadi buruh upahan," imbuh Zenz.
Baca juga: Inilah gejala corona terbaru yang semakin aneh dan tidak terduga
Menurut Reuters, pihak Kementerian Luar Negeri China membantah keras adanya laporan soal kerja paksa itu. China mengatakan bahwa mereka adalah negara dengan aturan hukum dan para pekerja melakukan secara sukarela serta diberi kompensasi yang sesuai. “Apa yang disebut orang-orang dengan motif tersembunyi ini sebagai 'kerja paksa' (adalah) tidak ada. Kami berharap masyarakat internasional (bisa) membedakan mana yang benar mana yang salah, menghargai fakta, dan tidak tertipu oleh kebohongan,” kata pihak Kemenlu China.
Pengiriman atau pemindahan tenaga kerja pedesaan ke dalam industri diketahui merupakan bagian penting dari upaya China untuk meningkatkan perekonomian dan mengurangi kemiskinan. Namun, menurut para aktivis HAM, daerah seperti Xinjiang dan Tibet yang memiliki populasi etnis besar dan riwayat sejarah kerusuhan, cukup tertekan dengan adanya kebijakan dan indoktrinasi ideologis dari pemerintah China.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Antropolog Ini Bongkar Program Kerja Paksa China terhadap 500.000 Orang Tibet ",
Penulis : Miranti Kencana Wirawan
Editor : Miranti Kencana Wirawan