Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
SINGAPURA. Pada saat The Federal Reserve memutuskan untuk tidak menaikkan suku bunga acuannya pada pekan lalu, pemerintahan di kawasan regional bisa mengembuskan napas lega. Namun, rasa lega itu tak bertahan lama.
Pasalnya, menurut HSBC Holdings Plc, kenaikan suku bunga AS memiliki sejumlah dampak negatif bagi Asia. Sebut saja pelemahan lebih dalam atas mata uang Asia, biaya utang akan lebih tinggi bagi korporasi dan individu, tingkat permintaan akan menyusut, hingga akhirnya pertumbuhan ekonomi ikut terganggu.
HSBC Holding menjekaskan, tingkat konsumsi dan investasi dikerek oleh utang. "Dan tingkat utang ini bisa terpangkas saat suku bunga AS dinaikkan," jelasnya.
Diramal, kebijakan apa pun yang akan diambil The Fed, perekonomian China akan mampu bertahan. Sementara, perekonomian Malaysia diragukan.
Malaysia, misalnya. Berdasarkan data Bank for International Settlements, proporsi kredit atas sektor swasta non-finansial terhadap Produk Domestik Bruto naik menjadi 135% pada kuartal pertama dari 115% pada periode yang sama tahun 2009. Rasio ini bahkan lebih tinggi di China, di mana rasio utang kredit sektor swasta non-finansial naik menjadi 198% dari sebelumnya 130%.
"Penyesuaian suku bunga China pada Agustus dan terjadinya capital outflow, kemungkinan akan memperketat kondisi keuangan di negara ini. Meski demikian, harus dipastikan apakah pelonggaran kebijakan PBOC dan pengontrolan modal memiliki keterkaitan dengan pergerakan mata uang dan kondisi pendanaan di China," jelas Frederic Neumann, co-head of Asia Economics Research HSBC.
Kendati demikian, PBOC sudah memangkas suku bunga acuannya sebanyak lima kali sejak November. Bank sentral China itu juga menurunkan proporsi deposito bank yang harus disediakan sebagai cadangan sebagai upaya mengerek kredit dan menghindari perlambatan ekonomi yang lebih parah.
Asal tahu saja, sepanjang tahun ini, yuan sudah melemah sekitar 2,6% versus dollar AS. Sementara, ringgit Malaysia melemah hingga 18%. Ini merupakan pelemahan terbesar di antara 11 mata uang Asia yang paling sering ditransaksikan.
"Malaysia merupakan salah satu negara yang sangat rentan mengingat pelemahan terbesar pada mata uangnya dan tingginya rasio utang terhadap PDB," jelas Neumann. Menurutnya, hal itu akan menyebabkan Malaysia harus memperketat kondisi finansialnya sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.