kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Buntut skandal pelecehan seksual di Kongo, Uni Eropa menghentikan bantuan dana ke WHO


Jumat, 29 Oktober 2021 / 12:49 WIB
Buntut skandal pelecehan seksual di Kongo, Uni Eropa menghentikan bantuan dana ke WHO
ILUSTRASI. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. Komisi Eropa sepakat untuk menangguhkan pengiriman bantuan dana ke program WHO di Kongo sebagai respons atas skandal pelecehan seksual yang melibatkan sejumlah pekerja badan kesehatan tersebut.

Dilansir dari Reuters, Komisi mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan agar mitranya memiliki perlindungan yang kuat untuk mencegah insiden yang tidak dapat diterima seperti itu serta untuk bertindak tegas dalam situasi seperti itu.

"Komisi untuk sementara menangguhkan pembayaran dan akan menahan diri dari pemberian dana baru terkait dengan kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh WHO di Republik Demokratik Kongo," ungkap komisi yang ada di bawah Uni Eropa tersebut dalam pernyataan resminya.

Komisi juga menegaskan bahwa langkah tersebut tidak akan memengaruhi program pendanaan Uni Eropa untuk operasi WHO di wilayah lain.

Baca Juga: Eropa jadi episentrum baru, kasus COVID-19 global kembali menanjak

Melalui sebuah surat yang ditujukan kepada Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Komisi Eropa menyuarakan keprihatinan ekstrem atas temuan skandal yang sangat mengejutkan.

"Mengingat gawatnya situasi yang dilaporkan, Komisi dengan ini menangguhkan semua pembayaran yang relevan dengan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi Anda di Republik Demokratik Kongo," tulis Komisi.

Komisi Eropa kini menunggu jawaban dari WHO dalam waktu 30 hari dan mengambil 30 hari lagi untuk memutuskan apakah akan melanjutkan pembayaran atau mengkonfirmasi penangguhan hingga 30 hari lagi.

Petugas WHO terlibat aksi pelecehan seksual

Akhir September lalu, sebuah komisi independen menemukan fakta bahwa 83 pekerja kemanusiaan di Republik Demokratik Kongo Kongo diduga terlibat aksi pelecehan seksual selama penanganan wabah Ebola. Di antaranya, 21 orang adalah petugas yang dipekerjakan oleh WHO.

Baca Juga: 21 Petugas WHO terlibat aksi pelecehan seksual saat menangani wabah Ebola di Kongo

Tahun lalu, lebih dari 50 wanita menuduh pekerja bantuan dari WHO dan badan amal lainnya menuntut seks dengan imbalan pekerjaan antara 2018-2020. Laporan terbaru menemukan bahwa di antara aksi pelecehan, sembilan di antaranya adalah pemerkosaan.

"Tim peninjau telah menetapkan bahwa para korban yang diduga dijanjikan pekerjaan sebagai imbalan hubungan seksual atau untuk mempertahankan pekerjaan mereka," kata anggota komisi Malick Coulibaly dalam konferensi pers, seperti dikutip Reuters.

Coulibaly menambahkan, banyak dari pelaku laki-laki menolak untuk menggunakan kondom, menyebabkan 29 perempuan hamil dan beberapa di antaranya dipaksa untuk menggugurkan kehamilannya.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan laporan tersebut merupakan hal yang sangat mengerikan. Secara khusus, Tedros meminta maaf kepada para korban.

"Apa yang terjadi pada Anda seharusnya tidak pernah terjadi. Itu tidak dapat dimaafkan. Prioritas utama saya adalah memastikan bahwa para pelaku tidak dimaafkan tetapi dimintai pertanggungjawaban," ungkapnya.

Tedros, yang kabarnya akan menjabat untuk periode kedua, berjanji akan menempuh langkah-langkah lebih lanjut termasuk reformasi besar-besaran secara struktur dan budaya.

Selanjutnya: Korea Utara masih nol kasus Covid-19, mengacu Laporan terbaru WHO




TERBARU

[X]
×