Sumber: Cointelegraph | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dengan mendekatnya pelantikan Presiden AS terpilih Donald Trump, perhatian para pegiat Bitcoin (BTC) kini tertuju pada janji-janji pro-crypto Trump. Salah satu langkah yang menjadi sorotan adalah kemungkinan adopsi Bitcoin sebagai cadangan nasional, sebuah langkah yang didorong oleh BITCOIN Act 2024 yang kontroversial.
RUU ini, yang diusulkan oleh Senator Cynthia Lummis, mengusulkan agar Departemen Keuangan AS membeli 1 juta BTC dalam lima tahun, dengan pembelian tahunan sebanyak 200.000 BTC. Namun, apakah rencana ambisius ini menjadi solusi atau justru menimbulkan ancaman bagi sistem keuangan AS?
Peluang dan Tantangan Adopsi Bitcoin sebagai Cadangan Nasional
Para pendukung adopsi Bitcoin sebagai cadangan nasional melihat langkah ini sebagai solusi untuk mengatasi sistem moneter berbasis fiat yang dianggap gagal.
Mereka percaya bahwa Bitcoin dapat digunakan untuk mengurangi utang nasional, terutama melalui apresiasi nilainya di masa depan yang dapat digunakan untuk menstabilkan atau bahkan menghapus utang. Dengan mengadopsi Bitcoin pada skala besar, AS juga dapat merebas mata uang dolarnya terhadap Bitcoin.
Baca Juga: Simak Dua Mata Uang Kripto dengan Sinyal Beli Terkuat Minggu Ini
Langkah ini juga dinilai penting untuk mempertahankan kepemimpinan finansial global. Menurut beberapa pakar, jika AS tidak mengadopsi Bitcoin, negara ini berisiko tertinggal dalam perlombaan ekonomi global. Pengesahan BITCOIN Act dipandang menjadi krusial untuk memastikan ketahanan ekonomi AS di tengah pergeseran sistem moneter internasional.
Selain itu, beberapa pihak percaya bahwa Bitcoin dapat menjadi alat untuk mengakhiri kebijakan fiskal yang tidak bertanggung jawab. Dengan menjadikan Bitcoin sebagai cadangan, pemerintah akan dipaksa untuk hidup sesuai kemampuannya, sehingga mengembalikan kepercayaan terhadap sistem moneter.
Kekhawatiran dan Risiko Adopsi Bitcoin
Di sisi lain, skeptisisme tetap tinggi di kalangan pakar ekonomi dan keuangan. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi hiperinflasi. Pendanaan untuk membeli cadangan Bitcoin melalui penerbitan utang atau pencetakan uang dianggap dapat mempercepat penurunan nilai dolar AS dan berpotensi memicu hiperinflasi.
Langkah ini juga dinilai dapat mendestabilisasi sistem keuangan global. Dengan mengadopsi Bitcoin sebagai cadangan nasional, posisi dolar sebagai mata uang cadangan utama dunia dapat terguncang, yang dapat berdampak buruk pada stabilitas ekonomi internasional.
Beberapa pakar juga meragukan keamanan Bitcoin sebagai aset cadangan. Meskipun memiliki potensi apresiasi yang besar, volatilitas harga Bitcoin dan risiko keamanan digital membuatnya kurang ideal sebagai aset cadangan dalam sistem moneter global.
Baca Juga: Bitcoin Masih Sulit Tembus US$ 100.000, Ini Sebabnya
Progres RUU BITCOIN Act dan Tantangan Politik
BITCOIN Act pertama kali diperkenalkan ke Senat pada Juli 2024 sebelum Trump terpilih kembali. Saat ini, RUU tersebut berada di Komite Perbankan, Perumahan, dan Urusan Perkotaan, tetapi belum ada kemajuan berarti.
Beberapa analis berspekulasi bahwa Trump mungkin mengeluarkan perintah eksekutif untuk membeli Bitcoin segera setelah pelantikannya pada 20 Januari. Namun, yang lebih mungkin terjadi adalah dukungan dari anggota legislatif pro-crypto baru yang ditempatkan oleh Trump untuk mempercepat pengesahan RUU ini.
Meski begitu, pengesahan RUU ini kemungkinan besar menghadapi oposisi serius. Menurut pengacara media digital Andrew Rossow, diperlukan waktu sekitar dua tahun untuk RUU ini disahkan, bahkan dalam skenario tanpa hambatan.