Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Asisten rumah tangga (ART) asing di Hong Kong merasa cemas atas ketidakmampuan mereka untuk menemukan barang-barang pelindung seperti masker wajah dan pembersih tangan saat kota tersebut bergulat dengan wabah koronavirus.
Sementara itu, sejumlah ART yang dipecat oleh majikannya memutuskan untuk meninggalkan Hong Kong. Sebagian lainnya diminta untuk kembali ke negara asal mereka sampai krisis kesehatan masyarakat saat ini telah terkendali.
Untuk membantu hal itu, Mission for Migrant Workers and Bethune House telah meluncurkan kampanye yang menyerukan sumbangan masker, sanitiser tangan dan uang untuk membantu 400.000 pekerja rumah tangga di Hong Kong - yang sebagian besar berasal dari Filipina dan Indonesia.
Baca Juga: Respon Menaker soal WNI di Singapura yang terinfeksi virus corona
Konsulat negara-negara tersebut juga diharapkan membagikan ribuan masker kepada para pekerja migran kota, tetapi persediaan terbatas dan metode distribusi masih dibahas.
"Pekerja sangat khawatir karena mereka tidak dapat menemukan masker wajah, dan beberapa mengatakan mereka tidak diberi akses rutin atas sanitiser dan cuci tangan antibakteri," kata Eman Villanueva, seorang pekerja rumah tangga dan juru bicara Badan Koordinasi Migran Asia.
Baca Juga: Bikin merinding, virus corona sudah memakan korban nyaris 500 jiwa
Dia berpendapat, bahwa majikan maupun pengusaha harus menawarkan tingkat perlindungan yang sama kepada pekerja mereka seperti halnya kerabat sendiri. "Jika Anda ingin melindungi keluarga Anda, Anda harus menyertakan pekerja rumah tangga Anda ... Dengan meninggalkan satu yang tidak terlindungi, Anda menempatkan seluruh keluarga Anda dalam risiko."
Antrian panjang telah menjadi pemandangan umum di sekitar kota karena penduduk Hong Kong tengah berjibaku untuk membeli persediaan masker. Mereka rela menunggu beberapa jam di toko ritel dan apotek. Tak hanya itu, beberapa perusahaan menjual barang-barang tersebut dengan harga yang jauh lebih tinggi karena kelangkaan dan kenaikan permintaan.
Cynthia Abdon-Tellez, kepala Mission for Migrant Workers dan co-founder Bethune House, berpendapat bahwa "masker dan pembersih tangan harus diberikan tidak hanya kepada pekerja rumah tangga tetapi juga untuk semua orang yang membutuhkan ... Jika terlalu banyak untuk majikan, mereka harus menuntut pemerintah memantau harga secara efektif dan membantu distribusi.”
Baca Juga: Pemerintah akan fasilitasi visa overstay bagi wisatawan asal China
Dia mengatakan sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan wanita di dua tempat penampungan yang dikelola oleh Bethune House, yang menyediakan penginapan, makanan, kesejahteraan, pedoman kasus dan pelatihan untuk migran yang rentan. Mission for Migrant Workers and Bethune House mulai mengumpulkan sumbangan sejak minggu lalu.
“Kami menerima satu liter sanitiser dan beberapa orang menyumbangkan sedikit uang. Tapi itu tidak cukup," kata Adbon-Tellez. "Kami memiliki sekitar 30 wanita yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka di ruang yang sama dan kami juga menyediakan makanan sehari-hari untuk 15 wanita lainnya."
Baca Juga: Bandara Ngurah Rai hentikan seluruh penerbangan dari dan ke China
Beberapa pekerja juga dipecat karena semakin banyak majikan mereka memilih untuk meninggalkan kota di tengah krisis saat ini.
"Dalam beberapa hari terakhir, kami telah menerima beberapa pertanyaan dari orang-orang yang kontraknya diputus karena majikan mereka meninggalkan Hong Kong," kata Abdon-Tellez. “Majikan lain yang tinggal di sini menyuruh mereka kembali ke negara mereka hingga krisis teratasi. Pekerja prihatin karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan."
Pernyataan baru-baru ini dari pemerintah Hong Kong juga memicu frustrasi di antara pekerja rumah tangga asing di kota itu. Pada hari Kamis, pemerintah mendesak mereka untuk tidak meninggalkan rumah majikan mereka pada hari istirahat mereka dalam upaya untuk menjaga kesehatan mereka dan mengurangi risiko penularan virus.
“Banyak yang tidak diizinkan mengambil cuti. Beberapa dibayar, yang lain tidak ... ini menambah tekanan," kata Eni Lestari, ketua Aliansi Migran Internasional. "Jika kita tidak diizinkan keluar pada hari libur, kita juga tidak boleh pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan untuk rumah."
Baca Juga: Gara-gara virus corona, Bank Dunia pangkas outlook ekonomi global
Beberapa pekerja rumah tangga juga menghabiskan sebagian besar hari libur mereka setiap minggu untuk mencari masker wajah dan barang-barang pelindung lainnya.
Seorang migran Indonesia, yang telah berada di Hong Kong selama empat tahun, menghabiskan tiga jam pada hari Minggu untuk mengantri di Causeway Bay demi membeli masker yang dipesan teman-temannya dari negara asalnya. “Majikan saya juga meminta saya untuk membantunya membeli enam kotak. Jadi saya melakukannya, karena saya juga dalam antrian," kata wanita yang berusia 30-an itu.
Baca Juga: Bandara Soekarno-Hatta hentikan penerbangan dari dan ke China
Lestari, yang juga seorang pekerja rumah tangga dari Indonesia, mengatakan kurangnya barang perlindungan diri, jam kerja lebih lama, sedikit istirahat dan akomodasi yang tidak pantas - dengan beberapa tidak memiliki ruang pribadi - menempatkan perempuan migran pada risiko lebih lanjut untuk jatuh sakit.
"Ini kekacauan. Ada banyak kecemasan, dan para pekerja mengkhawatirkan keselamatan mereka,” kata Lestari.
Larangan perjalanan baru-baru ini diumumkan oleh pemerintah Filipina telah memberikan tekanan lebih lanjut pada pekerja rumah tangga di kota itu. Manila pada hari Minggu mengeluarkan larangan sementara untuk melakukan perjalanan dari China, termasuk Hong Kong dan Makau, untuk melindungi diri dari wabah koronavirus.
Warga negara Filipina diizinkan pulang, tetapi mereka akan dikenai karantina 14 hari. Beberapa ratus pekerja rumah tangga juga terdampar di bandara Manila setelah penerbangan dibatalkan.
Baca Juga: Harga minyak naik tipis setelah menyentuh level terendah setahun terakhir
"Ini sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan," kata pengacara Abdon-Tellez. “Beberapa majikan telah menetapkan hari-hari mereka untuk mengambil cuti tahunan. Beberapa [pekerja rumah tangga] hanya diizinkan untuk mengambil dua minggu per tahun. Jika mereka dikarantina pada saat kedatangan di Filipina, mereka tidak memiliki waktu untuk liburan. ”
Lestari mengatakan dia berharap pemerintah Indonesia tidak akan mengambil tindakan seperti itu.
Pekerja rumah tangga dari Filipina dan Indonesia juga mengeluhkan kurangnya informasi yang dapat dipercaya tentang apa yang harus dilakukan untuk melindungi diri mereka sendiri dan evolusi krisis.
Baca Juga: Kian mencekam, korban virus corona di Provinsi Hubei bertambah 65 menjadi 479 jiwa
Ada 15 kasus virus corona yang dikonfirmasi di Hong Kong. Sementara, seorang pria berusia 39 tahun pada hari Selasa menjadi orang pertama di kota yang meninggal karena wabah tersebut. Virus corona telah menginfeksi lebih dari 20.000 orang di seluruh dunia, merenggut nyawa lebih dari 420 orang.