Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Pernyataan baru-baru ini dari pemerintah Hong Kong juga memicu frustrasi di antara pekerja rumah tangga asing di kota itu. Pada hari Kamis, pemerintah mendesak mereka untuk tidak meninggalkan rumah majikan mereka pada hari istirahat mereka dalam upaya untuk menjaga kesehatan mereka dan mengurangi risiko penularan virus.
“Banyak yang tidak diizinkan mengambil cuti. Beberapa dibayar, yang lain tidak ... ini menambah tekanan," kata Eni Lestari, ketua Aliansi Migran Internasional. "Jika kita tidak diizinkan keluar pada hari libur, kita juga tidak boleh pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan untuk rumah."
Baca Juga: Gara-gara virus corona, Bank Dunia pangkas outlook ekonomi global
Beberapa pekerja rumah tangga juga menghabiskan sebagian besar hari libur mereka setiap minggu untuk mencari masker wajah dan barang-barang pelindung lainnya.
Seorang migran Indonesia, yang telah berada di Hong Kong selama empat tahun, menghabiskan tiga jam pada hari Minggu untuk mengantri di Causeway Bay demi membeli masker yang dipesan teman-temannya dari negara asalnya. “Majikan saya juga meminta saya untuk membantunya membeli enam kotak. Jadi saya melakukannya, karena saya juga dalam antrian," kata wanita yang berusia 30-an itu.
Baca Juga: Bandara Soekarno-Hatta hentikan penerbangan dari dan ke China
Lestari, yang juga seorang pekerja rumah tangga dari Indonesia, mengatakan kurangnya barang perlindungan diri, jam kerja lebih lama, sedikit istirahat dan akomodasi yang tidak pantas - dengan beberapa tidak memiliki ruang pribadi - menempatkan perempuan migran pada risiko lebih lanjut untuk jatuh sakit.
"Ini kekacauan. Ada banyak kecemasan, dan para pekerja mengkhawatirkan keselamatan mereka,” kata Lestari.