Sumber: Finbold News | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2025 menjadi periode emas bagi komoditas emas. Harga logam mulia ini terus menanjak hingga menembus level US$3.500 per troy ounce dan pada perdagangan terakhir tercatat di US$3.727, naik 1,15% dalam sehari.
Reli harga ini banyak ditopang oleh lonjakan permintaan dari China, baik di tingkat ritel maupun institusi.
Berdasarkan data General Administration of Customs China yang dibagikan oleh The Kobeissi Letter (22 September), impor emas non-moneter China pada Juli 2025 naik 64% secara bulanan menjadi 104 ton. Angka ini merupakan yang kedua tertinggi sepanjang tahun, sekaligus 9% di atas rata-rata lima tahun (95 ton).
Baca Juga: Emas Terbang Tinggi! Harga Pecah Rekor, Investor Pesta Cuan?
Impor non-moneter ini mencakup pembelian oleh rumah tangga, perhiasan, dan investor swasta, memperkuat posisi China sebagai pasar emas terbesar dunia.
Bank Sentral China Terus Menambah Cadangan
Selain konsumsi ritel, permintaan emas juga datang dari sisi resmi. People’s Bank of China (PBOC) kembali menambah cadangan emasnya untuk bulan ke-10 berturut-turut pada Agustus 2025. Dengan penambahan ini, total cadangan emas PBOC mencapai rekor 74 juta ons.
Langkah ini mencerminkan strategi jangka panjang Beijing dalam mendiversifikasi cadangan devisa sekaligus mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
Baca Juga: Bursa Asia Menguat Ditopang Euforia AI Selasa (23/9), Harga Emas Cetak Rekor Baru
Kombinasi antara melonjaknya impor ritel dan akumulasi cadangan bank sentral menunjukkan adanya pergeseran struktural dalam permintaan emas global.
China kini bukan hanya menjadi konsumen utama, tetapi juga aktor kunci dalam menopang reli harga emas dunia. Permintaan dari konsumen dan PBOC berperan besar menjaga harga emas tetap dekat rekor tertinggi, sekaligus membatasi potensi koreksi.
Faktor Ekonomi di Balik Lonjakan Permintaan
Tren ini juga mencerminkan kondisi fundamental ekonomi domestik China. Masyarakat dan investor swasta semakin melihat emas sebagai aset aman di tengah:
-
perlambatan pertumbuhan ekonomi,
-
tekanan di pasar properti, dan
-
melemahnya yuan.
Sementara itu, akumulasi emas oleh PBOC menegaskan strategi geopolitik dan finansial Beijing untuk mengurangi eksposur terhadap dolar serta memperkuat stabilitas cadangan nasional.