kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

China: Kami tidak akan pernah membiarkan Taiwan merdeka


Senin, 19 April 2021 / 23:35 WIB
China: Kami tidak akan pernah membiarkan Taiwan merdeka


Sumber: Global Times | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yucheng mengatakan, Beijing tidak akan pernah membiarkan Taiwan merdeka, menyusul pernyataan bersama AS-Jepang yang untuk pertama kalinya dalam setengah abad menyebut kata Taiwan.

"Reunifikasi nasional Pulau Taiwan dan China adalah proses sejarah. Itu tidak akan dihentikan oleh siapa pun atau kekuatan apa pun," kata Le dalam wawancara dengan Associated Press, seperti dikutip Global Times.

"Kami tidak akan pernah membiarkan Taiwan merdeka," tegas dia.

Ditanya, apakah ada batas waktu untuk reunifikasi dan situasi saat ini bisa terus berlangsung selama bertahun-tahun, Le menekankan, "ini adalah proses sejarah".

Baca Juga: Serang balik China, Taiwan incar rudal jelajah jarak jauh yang diluncurkan dari udara

Le menyebutkan, China berkomitmen kuat untuk menjaga kedaulatan nasional, keamanan, dan mempromosikan reunifikasi nasional. 

"Kami siap untuk melakukan segala yang kami bisa untuk reunifikasi damai. Meskipun demikian, kami tidak berjanji untuk melepaskan pilihan lain. Tidak ada pilihan yang dikecualikan," sebutnya.

Tidak ada ruang untuk kompromi

Pernyataan Le muncul setelah pernyataan bersama AS dan Jepang. Pasca pertemuan puncak di Washington pada Jumat (16/4), Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga dan Presiden AS Joe Biden merilis pernyataan yang merujuk ke Taiwan

"Kami menggarisbawahi pentingnya perdamaian dan stabilitas di seluruh Selat Taiwan dan mendorong resolusi damai atas masalah lintas-Selat," kata pernyataan bersama AS dan Jepang.

Baca Juga: Militer China kirim pesan ke Washington saat gelar latihan kapal induk dekat Taiwan

Terakhir kali, Jepang dan AS menyebut Taiwan dalam pernyataan semacam itu pada 1969 silam, setelah pertemuan puncak antara Perdana Menteri Jepang Sato Eisaku dan Presiden AS Richard Nixon. 

Itu terjadi sebelum kedua negara menormalisasi hubungan diplomatik dengan China pada 1970-an.

Penyebutan Taiwan secara langsung dianggap sebagai gangguan parah dalam urusan dalam negeri China, sekaligus mengirimkan sinyal bahwa Jepang dan AS sedang mencoba untuk menantang kemungkinan langkah Beijing untuk reunifikasi.

Le menegaskan, prinsip satu-China adalah garis merah China dan tidak ada yang harus mencoba untuk melewatinya, baik tingkat rendah ataupun tinggi. Keterlibatan resmi adalah apa yang dengan tegas ditentang oleh China.

"Pertanyaan Taiwan berkaitan dengan kepentingan inti China. Tidak ada ruang untuk kompromi," ujar dia.

Selanjutnya: China beri peringatakan keras ke AS: Jangan bermain api di Taiwan




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×