kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

China sahkan UU yang mengizinkan pasukan penjagai pantai tembaki kapal asing


Minggu, 24 Januari 2021 / 11:36 WIB
China sahkan UU yang mengizinkan pasukan penjagai pantai tembaki kapal asing
ILUSTRASI. China telah mengesahkan undang-undang yang secara eksplisit mengizinkan penjaga pantainya atau coast guard untuk menembaki kapal asing.


Sumber: Al Jazeera | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - BEIJING. China telah mengesahkan undang-undang yang secara eksplisit mengizinkan penjaga pantainya atau coast guard untuk menembaki kapal asing. Langkah China ini dapat membuat situasi Laut China Selatan menjadi lebih panas.

Undang-Undang coast guard yang disahkan pada Jumat (22/1), memungkinkan China untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan, termasuk penggunaan senjata ketika kedaulatan nasional, hak kedaulatan, dan yurisdiksi dilanggar secara ilegal oleh organisasi atau individu asing di laut.

China memiliki sengketa kedaulatan maritim dengan Jepang di Laut China Timur dan dengan beberapa negara Asia Tenggara di Laut China Selatan.

China beberapa kali mengirim penjaga pantainya untuk mengusir kapal penangkap ikan dari negara lain, terkadang mengakibatkan tenggelamnya kapal-kapal tersebut.

Baca Juga: Hindari kesalahpahaman, pasukan China di Laut China Selatan diajari bahasa Inggris

Al Jazeera melaporkan, badan legislatif tertinggi China, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional, mengesahkan Undang-Undang Penjaga Pantai (coast guard) pada Jumat, menurut laporan media pemerintah.

Potensi konflik

Penjaga pantai China adalah kekuatan paling kuat di wilayah tersebut dan sudah aktif di sekitar pulau-pulau Laut China Timur yang tak berpenghuni yang dikendalikan oleh Jepang tetapi diklaim oleh Beijing, serta di Laut China Selatan, yang diklaim China secara virtual masuk wilayahnya.

Kegiatan tersebut telah membuat penjaga pantai sering melakukan kontak dengan pasukan udara dan laut dari Jepang, sekutu utamanya Amerika Serikat (AS), dan dengan negara wilayah di Laut Cina Selatan, termasuk Vietnam, Malaysia, dan Filipina.

Pengesahan undang-undang tersebut mungkin merupakan sinyal China sedang bersiap untuk mempertaruhkan apa yang dianggapnya sebagai kepentingan nasional utamanya.

Mengontrol wilayah ini adalah keharusan strategis jika China ingin menggantikan AS sebagai kekuatan militer dominan di Asia Timur. Sementara sumber daya yang dikandungnya, termasuk stok ikan dan simpanan minyak dan gas alam bawah laut, mungkin menjadi kunci untuk mempertahankan kelanjutan pembangunan ekonomi China.

UU tersebut memungkinkan personel penjaga pantai untuk menghancurkan struktur negara lain yang dibangun di atas terumbu karang yang diklaim China dan memeriksa kapal asing di perairan yang diklaim oleh China.

UU itu juga memberdayakan penjaga pantai untuk membuat zona eksklusi sementara "sesuai kebutuhan" untuk menghentikan kapal dan personel lain masuk.

Baca Juga: Tegangan tinggi di Laut China Selatan, Beijing gelar latihan militer yang menakutkan

Menanggapi kekhawatiran itu, juru bicara kementerian luar negeri China Hua Chunying mengatakan bahwa undang-undang tersebut sejalan dengan praktik internasional.

Artikel pertama dari RUU tersebut menjelaskan bahwa hukum diperlukan untuk menjaga kedaulatan, keamanan, dan hak maritim China.

Undang-undang ini muncul tujuh tahun setelah China menggabungkan beberapa badan penegak hukum maritim sipil untuk membentuk biro penjaga pantai.

Setelah biro berada di bawah komando Polisi Bersenjata Rakyat pada tahun 2018, biro tersebut menjadi cabang kekuatan militer yang tepat.

Langkah terbaru China juga dapat memperumit hubungannya dengan Amerika Serikat, yang mempertahankan aliansi strategis dengan beberapa negara Asia-Pasifik, termasuk Jepang, Filipina, Vietnam, dan Indonesia, yang memiliki klaim maritim yang bersaing dengan China.

Dalam sebuah posting media sosial, Christian Le Miere, seorang analis diplomasi maritim dan pendiri grup Arcipel yang berbasis di London dan Den Haag mengatakan, undang-undang baru China itu "menyerang jantung" kebijakan kebebasan navigasi AS di Laut Cina Selatan.

Selanjutnya: Angkatan udara China kirim banyak pesawat tempur dan bomber ke Taiwan, ada apa?



TERBARU

[X]
×