Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIJING. China tidak mengimpor kedelai dari Amerika Serikat (AS) selama dua bulan berturut-turut pada Oktober, meski total impor kedelai Negeri Tirai Bambu mencatat rekor tertinggi berkat lonjakan pasokan dari Amerika Selatan.
Langkah ini dilakukan importir untuk menghindari gangguan pasokan di tengah ketegangan perdagangan dengan Washington.
Baca Juga: Rencana Tarif Semikonduktor Trump Kemungkinan Tertunda, Kata Pejabat AS
Data Administrasi Umum Kepabeanan China yang dirilis Kamis (20/11/2025) menunjukkan impor kedelai asal AS turun menjadi nol pada Oktober, dari 541.434 ton pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan ini dipengaruhi tarif tinggi yang diberlakukan Beijing atas kedelai AS awal tahun serta menipisnya stok panen lama (old crop) AS.
Sebaliknya, kedatangan kedelai dari Brasil melonjak 28,8% secara tahunan menjadi 7,12 juta ton, atau 75,1% dari total impor kedelai China bulan lalu.
Impor dari Argentina naik 15,4% menjadi 1,57 juta ton, setara seperenam total impor.
Baca Juga: Rencana Damai AS: Ukraina Serahkan Wilayah ke Rusia & Kurangi Militer?
Total impor kedelai China pada Oktober mencapai 9,48 juta ton, tertinggi untuk bulan tersebut.
Dari Januari hingga Oktober, China mengimpor 70,81 juta ton kedelai dari Brasil (naik 4,5% YoY) dan 4,46 juta ton dari Argentina (naik 23,9% YoY).
Meski kedatangan kedelai AS baru-baru ini turun, pembelian pada awal 2025 membuat total impor kedelai AS sepanjang tahun meningkat 11,5% menjadi 16,82 juta ton.
Setelah berbulan-bulan menghindari kedelai AS akibat ketegangan perdagangan, pembelian China meningkat setelah pertemuan pemimpin AS dan China di Korea Selatan pada akhir Oktober.
Baca Juga: Ringgit Terpuruk Kamis (20/11) Pagi, Mata Uang Asia Kompak Tertekan terhadap Dolar
Pembelian dipimpin oleh perusahaan negara COFCO, yang telah memesan lebih dari 1 juta ton kedelai AS sejak akhir Oktober, menurut data USDA.
Pasar kini memantau potensi pembelian tambahan untuk memenuhi target 12 juta ton hingga akhir tahun yang diumumkan Gedung Putih.
China sejauh ini belum mengonfirmasi angka tersebut.













