Sumber: BBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
LONDON. Ibu dari pelaku serangan London Bridge, Inggris, merasa malu berduka untuk putranya Youssef Zaghba. Zaghba diketahui merupakan salah satu pelaku serangan London.
"Sangat mustahil bagi saya untuk mengatakan apa pun yang masuk akal," kata Valeria Collina Kadhija, ibu Zaghba.
Saat ditemui oleh BBC, Collina tengah duduk di lantai di depan pintu kamarnya.
Lampu-lampu dipadamkandan tirai penutup ruangan diturunkan. Di koridor, terlihat rak buku dengan hardcover, termasuk buku karya Hemingway dan George Bernard Shaw. Pada bagian dinding, ada sebuah sertifikat penghargaan seorang kerabat untuk jasanya pada Perang Dunia II melawan Nazi, Jerman. Tidak ada foto keluarga di dinding tersebut.
Valeria Collina merupakan orang yang masuk Islam. Dia mengenakan jilbab dan berbicara pelan kepada sekelompok wartawan yang datang.
"Dari 2016, ada masalah dengan putra saya. Ada fakta bahwa dia dihentikan di bandara Bologna saat berusaha untuk masuk ke Istanbul, lalu ke Suria. Dia kerap mengatakan kepada saya 'Ayo mama, mari pergi ke Suria. Di sana mereka menjalankan Islam murni'," ceritanya.
"Saya menjawab kepadanya, 'Apa kamu gila? Saya tidak berniat pergi ke Suriah denganmu atau dengan orang lain. Saya baik-baik saja di negara saya'," katanya.
Setelah dia dihentikan di bandara Bologna pada Maret 2016, polisi Italia mulai mengawasi putranya, langkah yang didukung oleh Valeria Collina. Polisi Italia berbagi informasi dengan badan intelijen negara lain, termasuk Inggris.
Namun, Youssef Zaghba yang berusia 22 tahun dan merupakan warga keturunan campuran Italia dan Maroko, masih diperbolehkan untuk bepergian ke luar negeri.
"Setelah seluruh insiden di bandara Bologna, saya mengatakan 'Kamu harus sempurna sekarang. Kamu tidak bisa berperilaku aneh di internet atau bertemu dengan orang asing.' Tapi kemudian dia kembali ke London..." katanya dengan suara bergetar.
Di London, lanjutnya, putranya mendapat kerja di kantor berita Islam. Namun dia khawatir karena putranya tampak sangat serius dan suram.
"Fotonya tampak serius. Jadi saya bergurau 'Bisakah kamu mengirimkan foto saat tengah tersenyum?'" jelasnya.
Mereka sempat berbicara untuk terakhir kalinya, dua hari sebelum dia melancarkan serangan.
"Telponnya sangat manis sekali. Kami bicara sangat normal," ceritanya lagi.
Setelah dia mendengar serangan London Bridge, Collina berusaha untuk menghubungi putranya. Namun tidak bisa.
"Kami mengirim seorang teman untuk melihatnya di rumah (di London). Pada titik itu, saya berpikir anak saya cemas bahwa polisi akan mencoba menghubungkannya dengan serangan yang terjadi. Saya pikir dia tengah bersembunyi," katanya lagi.
Namun, pada Selasa (6/6), polisi datang ke rumah untuk memberitahunya bahwa putranya merupakan salah satu penyerang London. Saat ini dia memikirkan seluruh keluarga yang menjadi korban dari aksi putranya.
"Saya bisa memahami dari tragedi pribadi yang saya alami. Namun saya bahkan tidak memiliki keberanian untuk membandingkan penderitaan saya dengan mereka. Ini seperti saya malu mengatakan 'Saya juga seorang Ibu, saya juga menderita'."
Dia juga mendukung keputusan para imam di Inggris yang tidak mau menyolatkan dan menguburkan jenazah anaknya.
"Saya mengerti bahwa merupakan hal yang benar dan sangat penting untuk memberikan sinyal kuat pada saat ini. Kita harus melakukannya. Karena media menuduh Muslim tidak melakukan apa-apa terkait hal ini. Tapi kita melakukannya," katanya.
Dia juga mengambil jarak dari aksi putranya.
"Ini merupakan hal yang sangat mengerikan. Hal ini seharusnya tidak terjadi dan tidak pernah terjadi lagi. Dan saya akan melakukan apapun yang saya bisa untuk mencegahnya. Kita membutuhkan lebih banyak edukasi bagi anak-anak muda," jelasnya.