Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Resesi seks kini menjadi fenomena dunia. Salah satu negara yang mengalaminya adalah Jepang.
Dampak dari resesi seks ini adalah adanya penutupan sejumlah sekolah akibat kekurangan murid. Seperti yang terjadi di SMP Yumoto, yang terletak di bagian pegunungan utara. Sekolah ini menggelar upacara kelulusan sekolah menengah pertama yang terakhir kalinya.
Melansir Reuters, sekolah berusia 76 tahun itu akan menutup pintunya untuk selamanya ketika tahun ajaran berakhir pada hari Jumat (7/4/2023).
“Kami mendengar desas-desus tentang penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tidak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut,” kata Eita, salah seorang siswa SMP Yumoto.
Karena angka kelahiran di Jepang anjlok lebih cepat dari yang diperkirakan, penutupan sekolah meningkat terutama di daerah pedesaan seperti Ten-ei, area ski pegunungan dan mata air panas di prefektur Fukushima. Kondisi ini memberikan pukulan lebih lanjut ke daerah yang sudah berjuang dengan depopulasi.
Kelahiran yang jatuh adalah masalah regional Asia, dengan biaya membesarkan anak mengurangi angka kelahiran di negara tetangga Korea Selatan dan China. Tetapi situasi Jepang sangat kritis.
Baca Juga: Apa Itu Resesi Seks yang Kini Jadi Fenomena di Jepang dan Korea Selatan?
Perdana Menteri Fumio Kishida telah menjanjikan "langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya" untuk meningkatkan angka kelahiran, termasuk menggandakan anggaran untuk kebijakan terkait anak, dan mengatakan menjaga lingkungan pendidikan sangat penting.
Tapi kebijakan itu tak banyak memberikan pengaruh sejauh ini.
Menurut perkiraan pemerintah, angka kelahiran anjlok di bawah 800.000 pada tahun 2022, rekor terendah baru. Ini memberikan pukulan telak bagi sekolah umum yang lebih kecil yang seringkali menjadi jantung kota dan desa pedesaan.
Menurut data pemerintah, sekitar 450 sekolah tutup setiap tahun. Antara tahun 2002 dan 2020, hampir 9.000 sekolah tutup untuk selamanya, sehingga sulit bagi daerah terpencil untuk memikat penduduk baru dan lebih muda.
“Saya khawatir orang tidak akan menganggap daerah ini sebagai tempat pindah untuk memulai sebuah keluarga jika tidak ada sekolah menengah pertama,” kata ibu Eita, Masumi, juga lulusan Yumoto.
Baca Juga: Resesi Seks Melanda Jepang dan Korea, Apa Penyebabnya?
Dampak resesi seks
Melansir Daily Star, di tahun 2020-an, kebebasan seksual saat ini menjadi hal yang tidak terbayangkan oleh orang-orang 100 tahun yang lalu.
Namun, yang mengejutkan, semakin banyak orang yang berpaling dari seks.
Resesi seks ini menjadi fenomena dunia. Akan tetapi Jepang, secara khusus, tampaknya menunjukkan jalan menuju masa depan tanpa seks.
Data yang dihimpun Daily Star pada Januari 2000 menunjukkan, 10% pria Jepang masih perjaka di usia 30-an. Runtuhnya dorongan seks di negara itu juga berdampak pada angka kelahiran, dengan anak menjadi semakin langka.
Tidak ada yang yakin mengapa Jepang memimpin dunia dalam tren yang mengkhawatirkan ini. Jam kerja yang panjang terkadang disalahkan. Pun demikian dengan meningkatnya popularitas internet.
Banyak komentator menunjuk munculnya robot sebagai penyebab. Orang Jepang adalah produsen robot terbesar di dunia, dan pengguna robot terbesar di dunia.
Baca Juga: Warren Buffett Bilang Pasar Bullish seperti Seks, Apa Maksudnya?
Dengan 300 robot untuk setiap 10.000 orang, orang Jepang semakin nyaman bekerja bersama robot dan relaksasi menyebar dari tempat kerja. Robot seks, mitra holografik, dan pendamping digital lebih populer di Jepang daripada di wilayah lain mana pun.
Kini, Jepang mengalami krisis populasi muda. Mengutip The Guardian, lingkungan Sugamo di Tokyo telah lama menjadi kiblat bagi anggota populasi ibu kota yang lebih tua. Tetapi demografi miring Jepang menunjukkan bahwa, dalam beberapa dekade mendatang, kota semacam ini akan terus bermunculan.
Ini adalah gambaran sekilas masa depan Jepang di mana banyak populasi orang tua dan berpenduduk lebih sedikit. Dampaknya tidak main-main, yakni tenaga kerja yang berkurang dan ekonomi yang menyusut.