kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Di China, Tingkat Perkawinan Turun dan Harga Pengantin Semakin Mahal


Senin, 27 Maret 2023 / 07:31 WIB
Di China, Tingkat Perkawinan Turun dan Harga Pengantin Semakin Mahal
ILUSTRASI. Di China, tingkat pernikahan mengalami penurunan tajam, dan harga pengantin alias biaya pernikahan semakin melonjak.


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Inilah permasalahan kependudukan terbaru yang dialami China. Yakni, tingkat pernikahan mengalami penurunan tajam, dan harga pengantin alias biaya pernikahan semakin melonjak. 

Melansir Bloomberg, pemerintah China tengah berupaya keras untuk mengatasi hal tersebut. Terbaru, sebagai upaya untuk meningkatkan angka kelahiran yang lesu, China melakukan tindakan keras terhadap kebiasaan pernikahan yang mahal. 

Namun, hanya sedikit orang - termasuk para pejabat itu sendiri - yang melihat kebijakan tersebut akan membuat perbedaan.

Hadiah pertunangan, atau caili, adalah tradisi di mana calon pengantin pria membayar "harga pengantin" kepada keluarga wanita untuk menunjukkan ketulusan dan kekayaannya, sekaligus memberi kompensasi kepada mereka karena membesarkan anak perempuan di negara yang telah lama menyukai anak laki-laki. 

Menurut survei terhadap 1.846 penduduk yang dilakukan oleh Tencent News pada tahun 2020, hampir tiga perempat pernikahan di China melibatkan kebiasaan tersebut. Keluarga diharapkan membayar puluhan ribu dolar, kelipatan dari pendapatan tahunan mereka.

Ini bukan pertama kalinya pihak berwenang membidik praktik tersebut. Akan tetapi, sekarang ada kebijakan keras baru terhadap tradisi tersebut karena China mencoba untuk mendongkrak kembali penurunan demografisnya. 

Baca Juga: Xi Jinping Meninggalkan Moskow, Drone Rusia Gempur Ukraina

Pasalnya, penurunan populasi yang lebih cepat dari perkiraan berarti menyusutnya tenaga kerja, turunnya permintaan konsumen, dan meningkatnya tekanan pada sistem perawatan kesehatan.

Kurang dari sebulan setelah China membukukan penurunan populasi pertamanya dalam 60 tahun, kepala badan pengembangan keluarga meminta pemerintah daerah untuk mengambil langkah "berani dan kreatif" untuk mendorong kelahiran. Semakin tidak terjangkaunya pernikahan, terutama pada saat pertumbuhan ekonomi melambat, dipandang sebagai salah satu alasan utama mengapa semakin sedikit orang yang menikah dan memiliki anak.

Pada bulan Januari, provinsi Hebei tengah mulai menindak apa yang disebutnya "tradisi pernikahan yang jelek", yang selain caili juga termasuk permainan pernikahan yang kasar. 

Kabupaten di provinsi pesisir Jiangsu memulai kampanye bulan lalu untuk mencari "ibu mertua tercantik" yang tidak meminta terlalu banyak uang. 

Sebuah kota di Jiangxi membuat wanita lajang menandatangani surat pada bulan Februari berjanji untuk tidak meminta caili yang terlalu tinggi.

Baca Juga: China Targetkan Pertumbuhan Ekonomi Moderat Sebesar 5% Pada Tahun 2023

Sementara ibu kota provinsi mengadakan pernikahan massal pada Hari Perempuan Internasional dengan slogan: "Kami ingin kebahagiaan bukan mahar pengantin."

Serangkaian perubahan kebijakan terbaru lainnya mencerminkan tekad China untuk menaikkan angka kelahiran. Misalnya saja, pejabat meningkatkan subsidi untuk bayi yang baru lahir, mempromosikan cuti menikah bagi pekerja dan bahkan melonggarkan aturan untuk mengizinkan pasangan yang belum menikah untuk mendaftarkan anak mereka. 



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×