Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, ditangkap pihak kepolisian Manila atas perintah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada hari Selasa (11/3). Presiden berjuluk "The Punisher" ini dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan selama memerangi narkoba.
Duterte langsung diterbangkan ke Den Haag tak lama setelah ditangkap di Manila.
Mengutip Reuters, surat perintah yang dikeluarkan ICC mengatakan Duterte bertanggung jawab secara pidana atas pembunuhan sedikitnya 43 orang antara tahun 2011 dan 2019 sebagai bagian dari perang melawan narkoba.
Duterte mulai menjalankan perang terhadap narkoba saat menjabat sebagai wali kota Davao. Duterte sebenarnya telah menjabat sebagai wali kota Davao selama lebih dari 20 tahun hingga 2016.
Kebijakan keras Duterte terhadap peredaran narkoba terus berlanjut saat dirinya menjabat presiden Filipina selama periode 2016-2022.
Pada masa pemerintahannya itu, Duterte diyakini telah menghilangkan puluhan ribu nyawa orang yang berhubungan dengan peredaran narkoba.
Baca Juga: Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap Terkait Perang Melawan Narkoba
Puluhan Ribu Dibunuh Karena Narkoba
Selama bekerja di Davao, lebih dari 1.000 orang tersangka pengguna dan pengedar narkoba diduga telah terbunuh.
Kelompok HAM di Filipina juga menuduh Duterte telah menugaskan "pasukan pembunuh" untuk melancarkan perangnya terhadap narkoba di Davao.
Setelah terpilih sebagai presiden di tahun 2016, Duterte menjadikan perang terhadap narkoba sebagai program andalannya. Saat itu, Duterte bahkan sempat mengatakan akan mengabaikan hak asasi manusia demi menghapus narkoba.
"Saya tidak peduli dengan hak asasi manusia, percayalah," kata Duterte saat itu, dikutip Al Jazeera.
Duterte juga memberikan jaminan keamanan kepada tentara dan polisi jika mereka berhasil membunuh pengedar narkoba dalam tugas.
Baca Juga: Kesaksian Mengguncang Mantan Polisi Filipina Soal Kebijakan Perang Narkoba Duterte
Pada hari pertama masa jabatan Duterte, yakni 1 Juli 2026, polisi langsung melaksanakan operasi antinarkoba di seluruh negeri dan menewaskan sedikitnya 12 orang.
Mengutip data Al Jazeera, lebih dari 5.000 orang terkait peredaran narkoba terbunuh hingga bulan Desember 2016, dengan 2.041 di antaranya tewas dalam operasi lapangan.
Pada akhir masa jabatannya pada tahun 2022, kelompok pengawas HAM dan ICC memperkirakan sekitar 30.000 orang dibunuh oleh polisi dan individu tak dikenal di bawah program antinarkoba Duterte.
Polisi menyangkal angka tersebut, dan mengklaim hanya membunuh 7.000 orang selama operasi kepolisian. Polisi tidak melaporkan berapa orang yang tewas di tangan oknum tak dikenal.
Laporan Amnesty International pada tahun 2017 menunjukkan, sebagian besar orang yang terbunuh hidup di bawah garis kemiskinan.
Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa petugas polisi menerima uang imbalan yang setara dengan US$150 hingga US$300 untuk setiap tersangka narkoba yang mereka bunuh. Imbalan tersebut membuat semangat membunuh aparat meningkat di seluruh negeri.
Tonton: Donald Trump Siapkan Program Anti-Narkoba, Kartel Meksiko Jadi Target