Sumber: The Guardian | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengumumkan pencalonannya sebagai Wali Kota Davao meskipun tengah menghadapi penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terkait dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Duterte, yang dikenal dengan kebijakan kerasnya terhadap narkoba selama menjabat sebagai presiden, kembali maju di kota asalnya setelah menyerahkan berkas pencalonan ke Komisi Pemilihan Umum setempat.
Duterte, 79 tahun, sebelumnya menjabat sebagai Wali Kota Davao selama dua dekade sebelum terpilih sebagai Presiden Filipina pada tahun 2016. Pada pemilihan mendatang, putranya yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Davao, Sebastian Duterte, akan mencalonkan diri sebagai wakil wali kota mendampingi ayahnya.
Baca Juga: Bupati-Wali Kota Terpilih Hasil Pilkada Serentak 2024 Dilantik 10 Februari 2025
Selama masa kepresidenannya, Duterte melancarkan operasi besar-besaran terhadap peredaran narkoba ilegal, yang menurut data pemerintah menewaskan lebih dari 6.000 orang, sebagian besar dari kalangan tersangka pengguna narkoba miskin.
Namun, kelompok hak asasi manusia menilai angka kematian sebenarnya jauh lebih tinggi dan menuduh banyak pembunuhan dilakukan oleh kelompok bersenjata yang terkait dengan polisi.
Duterte berulang kali membantah keterlibatan dalam pembunuhan di luar proses hukum, meskipun dalam beberapa kesempatan ia secara terbuka mengancam para tersangka dengan hukuman mati. Ia juga mengakui bahwa masalah narkoba tetap menjadi ancaman serius meskipun telah melakukan operasi pemberantasan selama masa jabatannya.
Baca Juga: Sadiq Khan Cetak Sejarah, Hattrick Terpilih Menjadi Wali Kota Muslim London
Pada 2019, Duterte menarik Filipina dari ICC, yang menurut para kritikus merupakan upaya untuk menghindari tanggung jawab atas kebijakannya terkait perang terhadap narkoba. ICC tetap memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan yang terjadi sebelum Filipina secara resmi keluar dari ICC pada Maret 2019.
Meski popularitas Duterte masih tinggi, terutama di wilayah asalnya, Davao, langkahnya untuk kembali ke politik kemungkinan akan mendapat perlawanan dari kelompok hak asasi manusia dan lawan politiknya.