Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis pada Senin (17/11/2025) ketika investor bersiap menghadapi rilis deretan data ekonomi AS yang sempat tertunda akibat penutupan pemerintahan.
Data-data tersebut diharapkan dapat memberikan kejelasan baru terkait prospek kebijakan suku bunga Federal Reserve pada Desember mendatang.
Baca Juga: Emas Spot Naik ke US$4.091 Senin (17/11): Investor Nantikan Data Ekonomi AS Pekan Ini
Reaksi pasar terhadap langkah Presiden AS Donald Trump yang membatalkan tarif atas lebih dari 200 produk pangan juga cenderung tenang. Sejumlah analis menilai kebijakan tersebut tidak mengejutkan mengingat tekanan biaya hidup yang meningkat.
Pound sterling masih tertekan, menyusul volatilitas besar pada Jumat lalu ketika spekulasi berkembang soal anggaran Inggris yang akan dirilis pada 26 November.
Franc Swiss, aset safe haven, bertahan di dekat level tertinggi satu bulan di posisi 0,7941 per dolar, didukung kekhawatiran atas aksi jual tajam di pasar saham global.
Fokus pasar pekan ini tertuju pada rilis berbagai data ekonomi AS, termasuk laporan ketenagakerjaan nonfarm payrolls untuk September yang akan dirilis Kamis (20/11).
Baca Juga: Perang Narkoba AS: Trump Buka Opsi Pembicaraan dengan Maduro
“Kita telah mengalami kekosongan data selama lebih dari 40 hari. Pasar pasti sangat menantikan informasi terbaru mengenai kondisi ekonomi AS,” ujar Carol Kong, analis valuta asing di Commonwealth Bank of Australia (CBA).
Menurutnya, risiko saat ini condong pada pelamahan data payrolls, yang berpotensi memicu kembali ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada pertemuan FOMC Desember dan menekan dolar AS.
Pergerakan mata uang di sesi Asia awal pekan relatif tenang: Euro turun 0,11% ke US$ 1,1607, Dolar Australia melemah 0,15% ke US$ 0,6527, Dolar Selandia Baru turun 0,12% ke US$ 0,5673, dan Indeks dolar AS naik tipis ke level 99,37
Baca Juga: Australia Tegaskan Tidak Akan Menjadi Co-Host KTT Iklim COP31 Bersama Turki
Meski data sektor swasta menunjukkan tanda-tanda pelemahan ekonomi AS, investor telah memangkas peluang pemangkasan suku bunga The Fed bulan depan.
Pasar kini hanya memperkirakan sekitar 40% peluang pemotongan 25 basis poin, turun dari lebih 60% pada awal November.
Namun demikian, proyeksi tersebut sejauh ini gagal mendorong dolar AS, yang pekan lalu ikut terseret dalam aksi jual besar-besaran di pasar saham dan obligasi.
Thierry Wizman, ahli strategi FX dan suku bunga global di Macquarie Group, mengatakan pelemahan dolar AS pada November kemungkinan disebabkan aksi spekulan yang menutup posisi beli dolar menjelang potensi volatilitas tinggi akibat banjir rilis data AS dalam beberapa pekan ke depan.
Baca Juga: Syrah Resources dan Tesla Kembali Perpanjang Tenggat Kesepakatan Pasokan Grafit
Pound Tertekan
Pound sterling diperdagangkan turun 0,11% ke US$ 1,3161, setelah mengalami gejolak besar pekan lalu menyusul laporan bahwa Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves tidak berencana menaikkan pajak penghasilan dalam anggaran mendatang.
Keputusan itu mengejutkan investor yang sebelumnya mengantisipasi kenaikan pajak guna menutup defisit fiskal yang diperkirakan membengkak, sehingga mendorong lonjakan biaya pinjaman pemerintah Inggris pada Jumat.
Reeves diperkirakan perlu menghimpun puluhan miliar pound untuk memenuhi target fiskal pada anggaran tahunan 26 November. Banyak pelaku pasar melihat kenaikan pajak penghasilan sebagai opsi paling realistis.
Terhadap pound, euro bertahan dekat level terkuat dalam lebih dari 2,5 tahun di 88,23 pence.
Kong menambahkan, “Akan jauh lebih sulit menutup defisit anggaran tanpa menaikkan tarif pajak penghasilan. Kekhawatiran masih ada bahwa pemerintah Inggris mungkin tidak dapat melakukan konsolidasi fiskal sebesar yang diperkirakan.”
Baca Juga: Harga Bitcoin Ambruk ke Posisi Terendah dalam 6 Bulan: Apa Penyebabnya?
Yen Masih Melemah
Yen Jepang diperdagangkan dekat level 155 per dolar dan terakhir berada di 154,60, sehingga meningkatkan kewaspadaan pasar terhadap potensi intervensi oleh otoritas Jepang untuk menahan pelemahan mata uang tersebut.
Pasar hampir tidak bereaksi terhadap data ekonomi Jepang yang dirilis pada Senin, yang menunjukkan ekonomi negara tersebut menyusut 1,8% secara tahunan pada kuartal Juli–September, kontraksi pertama dalam enam kuartal akibat tekanan tarif AS terhadap ekspor Jepang.













