Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Presiden-terpilih Donald Trump untuk memangkas pengeluaran federal secara besar-besaran telah memicu diskusi hangat di kalangan Kongres dan masyarakat luas.
Dalam upaya tersebut, Trump menunjuk Elon Musk dan Vivek Ramaswamy untuk memimpin Departemen Efisiensi Pemerintahan, sebuah lembaga baru yang akan berperan sentral dalam memotong anggaran sebesar US$2 triliun.
Departemen Efisiensi Pemerintahan: Strategi dan Tujuan
Mengutip fox5dc.com, dalam sebuah opini yang diterbitkan di Wall Street Journal, Musk dan Ramaswamy menjabarkan strategi mereka untuk mengurangi ukuran pemerintah federal.
Mereka menyoroti bahwa sebagian besar pengeluaran dilakukan oleh pegawai pemerintah yang "tidak dipilih dan tidak ditunjuk secara resmi," yang menurut mereka bertindak di luar kendali demokrasi. Mereka menyatakan bahwa hampir US$1 triliun dari anggaran federal tidak transparan penggunaannya.
Baca Juga: Elon Musk dan Vivek Ramaswamy Luncurkan Podcast 'Dogecast'
Pendekatan utama mereka meliputi tiga jenis reformasi:
- Pemotongan Regulasi: Mengurangi jumlah regulasi federal secara signifikan, yang akan mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja untuk mengawasi dan menegakkan aturan tersebut.
- Pengurangan Administrasi: Memangkas ribuan posisi pekerjaan federal, terutama yang dianggap memiliki perlindungan berlebihan melalui status pegawai negeri.
- Penghematan Biaya: Memastikan anggaran digunakan secara efisien dan transparan.
Dampak Ekonomi dan Kekhawatiran Lokal
Pejabat lokal dari wilayah Washington D.C., Virginia, dan Maryland menyuarakan kekhawatiran terkait dampak ekonomi dari rencana ini.
Senator Virginia, Mark Warner, menyatakan skeptis terhadap kemampuan Trump untuk memenuhi janji tersebut tanpa menyebabkan kerusakan yang signifikan pada stabilitas ekonomi.
"Sulit untuk membayangkan implementasi yang tidak berisiko. Banyak warga berharap janji ini tidak menjadi terlalu ekstrem," ujar Warner.
Sementara itu, Glen Ivey, seorang anggota Kongres dari Maryland, menyebut langkah tersebut berpotensi "berbahaya." Ia juga menyoroti kemungkinan dampak terhadap sektor militer jika pengurangan pekerjaan federal dilakukan secara besar-besaran.
Kebijakan Baru: Penghentian Kerja Jarak Jauh
Salah satu langkah awal yang direncanakan oleh Trump adalah mewajibkan seluruh pegawai federal untuk kembali bekerja penuh waktu di kantor, lima hari seminggu.
Kebijakan ini diharapkan akan memicu pengunduran diri massal, yang menurut Musk dan Ramaswamy justru "disambut baik" sebagai bagian dari upaya menyusutkan pemerintah.
Langkah ini mendapat reaksi keras dari serikat pekerja dan organisasi masyarakat yang memperingatkan bahwa penghapusan fleksibilitas kerja dapat berdampak buruk pada moral dan produktivitas pekerja.
Baca Juga: Biden Hapuskan Utang US$4,65 Miliar Ukraina, Bantuan Terakhir Sebelum Lengser?
Potensi Tantangan dan Respons Publik
Meski rencana ini ambisius, tantangan besar menanti di depan.
Sistem perlindungan pegawai negeri di Amerika Serikat, yang telah dirancang untuk mencegah pemecatan sewenang-wenang, dapat menjadi penghalang utama bagi pelaksanaan kebijakan ini.
Selain itu, kritik dari kelompok-kelompok advokasi pekerja dan pihak oposisi politik berpotensi mempersulit implementasi penuh dari agenda tersebut.
Sebaliknya, pendukung kebijakan ini percaya bahwa reformasi ini dapat mengurangi pemborosan anggaran pemerintah dan meningkatkan efisiensi.
Mereka berpendapat bahwa pemotongan tenaga kerja federal akan memberikan lebih banyak ruang bagi sektor swasta untuk berkembang.