Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Alireza Miryousefi, juru bicara misi Iran untuk PBB di New York, menyebut sanksi baru itu "tanda-tanda putus asa" pemerintahan Trump.
"Upaya terbaru untuk melanjutkan kebijakan gagal 'tekanan maksimum' terhadap Iran dan warganya akan gagal, seperti semua upaya lainnya," kata Miryousefi seperti yang dilansir Reuters.
Kepala yayasan yang masuk daftar hitam, Parviz Fattah, menulis tweet: "Perjuangan pemerintah AS yang menurun tidak dapat mempengaruhi aktivitas anti-sanksi yayasan dan produktivitasnya."
Baca Juga: Setiap serangan atas Iran, Teheran: AS akan hadapi respons menghancurkan
Fattah, yang termasuk di antara mereka yang masuk daftar hitam pada Rabu, menggambarkan Trump sebagai "pecundang dan orang yang terganggu."
Ketegangan AS-Iran telah meningkat sejak Trump dua tahun lalu meninggalkan kesepakatan nuklir Iran 2015 yang dibuat oleh pendahulunya, Barack Obama, dan menjatuhkan kembali sanksi ekonomi yang keras yang dirancang untuk memaksa Teheran ke dalam negosiasi yang lebih luas untuk mengekang program nuklir dan pengembangan rudal balistiknya.
Baca Juga: Iran mengecam pidato raja Saudi yang dinilai menyebar kebencian
Presiden terpilih Biden, yang akan menjabat pada 20 Januari, mengatakan dia akan mengembalikan Amerika Serikat ke kesepakatan nuklir, jika Iran kembali mematuhi kesepakatan.
Beberapa analis mengatakan bahwa sanksi tambahan AS oleh Trump tampaknya ditujukan untuk mempersulit Biden untuk terlibat kembali dengan Iran setelah menjabat nantinya.
"Pemerintahannya jelas, dan saya pikir secara transparan, mencoba menaikkan biaya politik bagi Biden untuk kembali terlibat dengan Iran dan mencabut sanksi kesepakatan nuklir," kata Henry Rome, seorang analis Iran di Eurasia Group.