Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Ekonomi Jepang mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam enam kuartal.
Pada periode Juli–September 2025, produk domestik bruto (PDB) Jepang tercatat menyusut secara tahunan sebesar 1,8%, tertekan oleh melemahnya ekspor akibat tarif Amerika Serikat, menurut data pemerintah yang dirilis Senin (17/11/2025).
Penurunan ini memang tidak sedalam perkiraan pasar, namun tetap berpotensi mempersulit rencana Bank of Japan (BOJ) untuk kembali menaikkan suku bunga.
Baca Juga: Harga Bitcoin Ambruk ke Posisi Terendah dalam 6 Bulan: Apa Penyebabnya?
Analis kini menyoroti seberapa cepat ekonomi terbesar keempat dunia tersebut dapat memulihkan diri dari dampak tarif dan kembali tumbuh.
Kontraksi PDB tersebut lebih baik dibanding estimasi median dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan penurunan 2,5%.
Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Jepang tumbuh 2,3% setelah direvisi, didorong oleh lonjakan ekspor karena para eksportir mempercepat pengiriman ke AS di tengah ketidakpastian negosiasi tarif.
Washington meresmikan perjanjian dagang dengan Tokyo pada September, yang menetapkan tarif dasar sebesar 15% untuk hampir seluruh impor Jepang.
Baca Juga: Bursa Saham Australia Turun ke Level Terendah dalam 4 Bulan, Terseret Saham Tambang
Angka itu lebih rendah dari ancaman awal berupa tarif 27,5% untuk mobil dan 25% untuk sebagian besar barang lainnya.
Jika dihitung secara kuartalan, ekonomi Jepang turun 0,4% pada kuartal ketiga, lebih baik dari perkiraan kontraksi 0,6%.
Dari sisi permintaan domestik, konsumsi rumah tangga yang menyumbang lebih dari separuh output ekonomi naik tipis 0,1%, sesuai ekspektasi pasar.
Namun, kinerja ini melambat dari kenaikan 0,4% pada kuartal sebelumnya di tengah harga pangan yang masih tinggi dan menekan belanja rumah tangga.
Baca Juga: Jepang Berniat Buat Aturan Baru Terkait Mata Uang Kripto, Bakal Kena Pajak 20%
Permintaan eksternal bersih (ekspor dikurangi impor) mengurangi pertumbuhan sebesar 0,2 poin persentase, berbalik dari kontribusi positif 0,2 poin pada periode April–Juni.
Sementara itu, belanja modal pilar penting dalam pertumbuhan yang dipimpin permintaan domestic tumbuh 1,0% pada kuartal ketiga, lebih tinggi dari proyeksi naik 0,3% dalam polling Reuters.
Lemahnya data PDB ini muncul saat pemerintahan Perdana Menteri baru, Sanae Takaichi, tengah menyusun paket stimulus untuk meredam tekanan biaya hidup yang meningkat.
Para penasihat ekonomi terdekat Takaichi sebelumnya telah mengingatkan potensi penurunan tajam PDB sebagai alasan perlunya langkah stimulus agresif.
Data terbaru ini juga dapat memperkuat seruan agar BOJ lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunga, menurut analis.













