Sumber: The Guardian,Reuters | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - BERLIN. Ekonomi Jerman mengalami masa resesi pada awal tahun 2023 setelah pengeluaran rumah tangga di mesin ekonomi Eropa akhirnya tidak mampu bertahan terhadap tekanan inflasi yang tinggi.
Berdasarkan data produk domestik bruto yang disesuaikan dengan efek harga dan kalender, kuartal pertama tahun ini menunjukkan penurunan sebesar 0,3%, demikian hasil estimasi kedua dari kantor statistik yang dirilis pada hari Kamis (25/5). Angka ini mengikuti penurunan sebesar 0,5% pada kuartal keempat tahun 2022. Resesi umumnya terjadi ketika ekonomi mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut.
Menteri Keuangan Jerman, Christian Lindner, mengatakan data produk domesti bruto (PDB) Jerman menunjukkan "sinyal negatif yang mengejutkan" pada hari Kamis. Ia menambahkan bahwa dibandingkan dengan ekonomi maju lainnya, Jerman kehilangan potensi pertumbuhan.
"Dalam situasi seperti ini, kita tidak ingin Jerman berada di posisi terbawah," ujar Lindner, merujuk pada prediksi Dana Moneter Internasional yang hanya memperkirakan resesi pada tahun 2023 terjadi di Jerman dan Britania Raya di antara negara-negara Eropa.
Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck, menyebut bahwa ketergantungan energi Jerman pada pasokan dari Rusia menjadi penyebab resesi, namun perkiraan pertumbuhan masih lebih suram.
"Kami sedang berjuang untuk keluar dari krisis ini," kata Habeck dalam sebuah acara di Berlin pada hari Kamis.
"Andreas Scheuerle, seorang analis dari DekaBank, mengatakan bahwa di bawah tekanan inflasi yang tinggi, konsumen Jerman telah menyerah atau tidak mampu lagi menahan, sehingga menyeret seluruh ekonomi ke bawah.
Konsumsi rumah tangga turun sebesar 1,2% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya setelah disesuaikan dengan harga, musiman, dan kalender. Belanja pemerintah juga mengalami penurunan yang signifikan, sebesar 4,9%, pada kuartal tersebut.
"Meskipun cuaca musim dingin yang hangat, pemulihan aktivitas industri yang didorong oleh pembukaan kembali China, dan penyelesaian gesekan rantai pasokan, tetap belum cukup untuk mengeluarkan ekonomi dari zona resesi yang berbahaya," kata Carsten Brzeski, Kepala Makro Ekonomi Global ING.
Secara keseluruhan, resesi yang terjadi di Jerman saat ini belum mencapai skenario terburuk dari resesi yang parah, namun penurunan hampir 1% dibandingkan dengan musim panas tahun lalu tetap merupakan tantangan yang signifikan. Indeks Ifo, yakni indikator bulanan utama Jerman, menunjukkan kondisi yang lemah bagi bisnis dengan penurunan pada hampir semua sektor kecuali jasa-jasa.
Penurunan ekonomi ini menjadi "tanda peringatan" bagi Kanselir Jerman, Olaf Scholz, menurut Friedrich Merz dari CDU, pemimpin partai oposisi utama di negara tersebut. "Ini harus membangunkannya," kata Merz kepada Agence France-Presse. "Cara kerja koalisi pemerintah membuat banyak perusahaan meragukan masa depan Jerman sebagai lokasi bisnis."