Sumber: CNN | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Ekonomi China terus memburuk. Hal ini bisa menjadi dorongan bagi Tiongkok untuk memperbaiki hubungan perdagangannya dengan Amerika Serikat dan mengambil lebih banyak langkah untuk merangsang ekonominya.
Dilansir dari CNN, China merilis baru yang menunjukkan bahwa produksi sektor industri yang merupakan indikator penting bagi ekonomi China hanya naik 4,4% pada Agustus dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Baca Juga: Siap-siap, pelambatan ekonomi China kian dalam
Capaian ini lebih buruk dari kinerja sektor tersebut pada bulan Juli, saat masih bisa tumbuh sebesar 4,8%. Kinerja ini pun menjadi pertumbuhan terlemah dalam 17 tahun terakhir.
Produksi industri ini mengukur output bisnis utama di sektor manufaktur, pertambangan, dan utilitas Cina. Angka terbaru juga lebih buruk dari pertumbuhan setinggi 5,2% yang diperkirakan oleh para analis.
Data lain yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional China juga buruk. Pertumbuhan penjualan ritel melambat menjadi 7,5% pada bulan Agustus, turun dari kenaikan tahunan 7,6% pada Juli.
Ekonomi terbesar kedua di dunia ini telah berjuang karena perang dagangnya dengan Amerika Serikat. Negara ini juga menghadapi tantangan domestik karena mencoba untuk tidak terlalu bergantung pada utang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Data baru yang mengecewakan ini ketika hubungan perdagangan China dengan Amerika Serikat tampaknya sedikit membaik. China mengumumkan minggu lalu bahwa mereka akan membebaskan kedelai dan babi Amerika dari pengenaan tarif.
Baca Juga: Situasi memanas, Iran: Rudal kami bisa menjangkau pangkalan dan kapal-kapal Amerika
Keputusan ini adalah yang terbaru dari serangkaian langkah yang diambil oleh kedua negara untuk menenangkan diri menjelang putaran pembicaraan baru terkait perdagangan.
Melihat kondisi ini, Ken Cheung Kin Tai, Kepala Strategi Valas untuk Asia di Mizuho Bank bilang hal ini mencerminkan risiko penurunan terhadap ekonomi ketika perang perdagangan berkecamuk.
"Terhadap latar belakang ini, masuk akal bahwa China akan melunakkan sikapnya pada pembicaraan perdagangan dan memperkenalkan rencana stimulus dalam beberapa pekan terakhir," kata dia.
Data yang lemah juga memicu spekulasi tentang bagaimana bank sentral China akan terus menanggapi perlambatan.
People's Bank of China sebelumnya telah mengambil sejumlah langkah dalam beberapa pekan terakhir untuk meningkatkan perekonomian negara.
Awal bulan ini, Bank sentral China mengurangi batas minimal dana kas perbankan yang harus disimpan dalam cadangan dengan memangkas rasio persyaratan cadangan untuk pertama kalinya dalam delapan bulan.
Baca Juga: Rusia: Dunia punya cadangan minyak yang cukup untuk menggantikan produksi Saudi
Sebelumnya pada bulan Agustus, bank sentral meluncurkan suku bunga pinjaman baru yang akan menjadi patokan bagi bank untuk menetapkan harga pinjaman yang dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.
Selain itu, China juga telah membiarkan yuan terdepresiasi ke level terendah dalam tempo lebih dari satu dekade dalam beberapa pekan terakhir.
Tetapi Martin Lynge Rasmussen, ekonom China untuk Capital Economics menilai mata uang yang lebih lemah kemungkinan tidak akan sepenuhnya mengimbangi masalah perang tarif dan permintaan global yang lesu.
Dalam catatannya, dia bilang China kemungkinan akan terus melonggarkan kebijakan moneter dalam beberapa bulan mendatang.
Baca Juga: China: Jangan salahkan siapapun terkait serangan ke Arab tanpa investigasi
Sementara Tommy Wu, ekonom senior untuk Oxford Economics juga mengatakan negara itu perlu mengambil langkah signifikan untuk menstabilkan pertumbuhan. Lembaga ini memperkirakan ekonomi China akan tumbuh 6,1% tahun ini dan 5,7% pada 2020.