Sumber: Cointelegraph | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah El Salvador tampaknya telah mengakhiri revolusi Bitcoin yang dimulai pada 2021. Presiden Nayib Bukele memilih untuk membatalkan kebijakan Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah demi memperoleh dana dari International Monetary Fund (IMF).
Keputusan ini memunculkan pertanyaan besar: apakah IMF berperan dalam menekan negara berkembang agar tetap bergantung pada mata uang fiat?
IMF dan Strategi “Kolonisasi Ekonomi” di Negara Berkembang
IMF telah lama dikritik sebagai alat bagi korporasi besar, bank, dan pemerintah Amerika Serikat untuk mempertahankan dominasi ekonomi di negara-negara berkembang. Pola operasinya dikenal dengan "conditionality", yaitu persyaratan ketat yang diberikan kepada negara peminjam, seperti:
- Pemangkasan Defisit Anggaran – Pemerintah diminta untuk mengurangi belanja sosial dan subsidi.
- Privatisasi Sektor Publik – Layanan yang sebelumnya dikelola negara harus diserahkan kepada swasta.
- Pembukaan Pasar – Negara harus melonggarkan regulasi sehingga perusahaan asing lebih mudah masuk.
- Pembatalan Kebijakan Pro-Bitcoin – Dalam kasus El Salvador, IMF menuntut penghapusan Bitcoin sebagai alat pembayaran sah.
Baca Juga: Bitcoin Melonjak Dekati US$98.000 Setelah Eric Trump Ajak Berinvestasi dalam BTC!
Bitcoin di El Salvador: Dari Revolusi ke Kemunduran?
Pada 2021, El Salvador menjadi negara pertama yang menetapkan Bitcoin sebagai alat pembayaran sah. Bukele menyebut kebijakan ini sebagai langkah untuk membebaskan rakyat dari ketergantungan terhadap sistem keuangan konvensional yang dikendalikan oleh bank sentral.
Namun, adopsi Bitcoin oleh masyarakat Salvador ternyata berjalan lambat. Menurut survei Universitas Francisco Gavidia, 92% warga tidak menggunakan Bitcoin dalam transaksi mereka pada 2023. Bukele bahkan mengakui bahwa ini adalah kebijakan paling tidak populer dalam pemerintahannya.
Pada 2024, El Salvador menerima dana talangan IMF senilai US$1,4 miliar dengan syarat bahwa negara ini harus mundur dari kebijakan Bitcoin-nya. Beberapa langkah yang diambil Bukele sebagai konsekuensi dari kesepakatan ini antara lain:
- Menghentikan pembelian Bitcoin oleh pemerintah.
- Tidak lagi menerima pajak dalam bentuk Bitcoin.
- Mencabut aturan yang mewajibkan bisnis menerima Bitcoin.
- Membatasi aktivitas sektor publik yang terkait dengan Bitcoin.
Selain itu, dompet digital Chivo, yang dikembangkan pemerintah sebagai infrastruktur Bitcoin, juga mulai dikurangi penggunaannya dan kemungkinan akan diswastakan atau ditutup.
Baca Juga: Analis Prediksi Bitcoin akan Mencapai Harga Ini Seiring Pola Bullish yang Terbentuk!
Bukele: Masih Pro-Bitcoin, tapi Hanya untuk Pemerintah?
Meskipun Bitcoin tidak lagi menjadi alat pembayaran sah, El Salvador masih menambah cadangan Bitcoinnya. Bukti terbaru adalah pembelian 12 Bitcoin oleh pemerintah sebagai bagian dari strategi membangun cadangan nasional.
Direktur National Bitcoin Office, Stacy Herbert, menegaskan bahwa negara tetap akan membeli Bitcoin, tetapi tanpa memprioritaskan akses langsung bagi rakyat.
Dengan kata lain, negara masih boleh menyimpan Bitcoin, tetapi rakyat tidak bisa menggunakannya sebagai alat pembayaran sah.
IMF vs. Bitcoin: Kontrol atas Sistem Keuangan Global
IMF sejak awal menentang Bitcoin sebagai mata uang sah karena dianggap dapat mengganggu stabilitas keuangan.
Dalam pernyataannya, IMF menegaskan bahwa: "Untuk sektor publik, keterlibatan dalam aktivitas ekonomi berbasis Bitcoin akan dibatasi. Regulasi dan pengawasan aset digital akan ditingkatkan demi stabilitas keuangan, perlindungan konsumen, dan integritas sistem keuangan."
Namun, meskipun IMF memperingatkan tentang risiko hukum dan finansial akibat adopsi Bitcoin, laporan terbaru mereka mengakui bahwa kekhawatiran ini tidak terbukti.
Lalu, jika risiko tidak terjadi, mengapa IMF tetap menekan El Salvador untuk meninggalkan Bitcoin?
Jawabannya mungkin ada pada dominasi mata uang fiat. IMF, sebagai bagian dari sistem keuangan global yang didukung oleh negara-negara maju, memiliki kepentingan untuk menjaga dolar AS dan mata uang fiat tetap menjadi standar transaksi utama di dunia.
Bitcoin, yang terdesentralisasi dan tidak dikendalikan oleh bank sentral mana pun, dianggap sebagai ancaman bagi sistem yang sudah mapan.
Baca Juga: AS Siap Dominasi Dunia Kripto, Langkah Besar Trump Ciptakan Era Keemasan Aset Digital
IMF dan Tekanan Ekonomi di Negara Berkembang
Kritik terhadap IMF bukan hanya terjadi di El Salvador. Di Kenya, protes besar-besaran pecah pada 2024 setelah IMF mendorong kebijakan pajak ketat dan pemotongan anggaran publik. Kebijakan ini ditolak oleh rakyat karena dianggap membebani ekonomi masyarakat kecil.
Ekonom Tunisia-Amerika Fadhel Kaboub mengatakan: “Arsitektur keuangan global ini bukan dibuat oleh kita, bukan untuk kita, dan tidak akan membantu kita. Ini adalah bentuk eksploitasi kekayaan ala neokolonialisme.”
Kasus El Salvador dan Kenya menunjukkan pola yang sama: negara berkembang dipaksa untuk mengikuti kebijakan IMF demi mendapatkan dana, meskipun kebijakan tersebut sering kali bertentangan dengan kepentingan rakyat.