Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - MANILA. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) trilateral yang akan datang antara Amerika Serikat, Filipina, dan Jepang akan mencakup kesepakatan untuk menjaga keamanan dan kebebasan navigasi di Laut China Selatan.
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr pada Rabu (10/4/2024).
Mengutip Reuters, Marcos berangkat ke Washington pada Rabu sore untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.
Pemimpin Filipina mengatakan kepada wartawan pada hari sebelumnya bahwa akan ada kesepakatan mengenai masalah Laut China Selatan. Namun dia menekankan bahwa pertemuan puncak tersebut terutama bertujuan untuk meningkatkan hubungan ekonomi antara ketiga negara sekutu tersebut.
“Tujuan utama dari perjanjian trilateral ini adalah agar kita dapat terus berkembang, dapat saling membantu satu sama lain, dan tentunya menjaga perdamaian di Laut China Selatan dan kebebasan navigasi,” kata Marcos dalam sebuah pernyataan dalam pidato menjelang keberangkatannya ke Washington.
Baca Juga: Makin Panas! Filipina Siap Tanggapi Aksi Tiongkok di Laut China Selatan
Marcos mengatakan dia bertujuan untuk mencari cara untuk memajukan kerja sama dengan Jepang dan Amerika Serikat di bidang-bidang utama yang mencakup infrastruktur, semikonduktor, keamanan siber, mineral penting, energi terbarukan, serta kerja sama pertahanan dan maritim.
Marcos juga akan mengadakan diskusi dengan Biden menjelang pertemuan ketiga pemimpin tersebut.
Filipina di bawah pemerintahan Marcos telah memperdalam hubungan militer dengan Amerika Serikat dan Jepang seiring meningkatnya perselisihan maritim dengan Tiongkok di Laut China Selatan.
Marcos telah mengizinkan hampir dua kali lipat pangkalan di Filipina yang dapat diakses oleh tentara Amerika berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan, dan pembicaraan sedang dilakukan dengan Jepang untuk perjanjian akses timbal balik yang akan memungkinkan kehadiran pasukan Jepang di wilayah Filipina.
Baca Juga: Ketegangan dengan China Semakin Panas, Ini yang Dilakukan Filipina
Pada saat yang sama, Marcos juga membantah adanya apa yang disebut “perjanjian gentleman” yang dilaporkan dibuat pada masa pemerintahan pendahulunya Rodrigo Duterte dengan Beijing untuk “menjaga status quo” di Second Thomas Shoal, wilayah maritim yang disengketakan di Laut China Selatan.
Seorang juru bicara pada masa jabatan Duterte yang berakhir pada tahun 2022 mengkonfirmasi bulan lalu bahwa kesepakatan tersebut telah dibuat.
Berdasarkan kesepakatan itu, Filipina setuju untuk tidak membawa bahan-bahan konstruksi untuk memperbaiki kapal perang Manila yang berkarat yang sengaja dikandangkan pada tahun 1999 untuk memperkuat klaim maritimnya.
Marcos kembali menegaskan kepada wartawan bahwa tidak ada catatan mengenai kesepakatan tersebut.
“Saya ngeri dengan gagasan bahwa kita telah berkompromi melalui perjanjian rahasia mengenai wilayah, kedaulatan, dan hak kedaulatan Filipina,” kata Marcos kepada wartawan.
China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, tumpang tindih dengan klaim teritorial Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei.
Pada tahun 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag mengatakan klaim China tidak memiliki dasar hukum, sebuah keputusan yang ditolak oleh Beijing.