Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Tri Adi
Cita-cita masa kecil Frank Wang mengantarkan pria kelahiran Huang Zhong 35 tahun silam ini menjadi orang terkaya versi Forbes. Wang sejak kecil memang menyukai robot dan berkeinginan membuat robot sendiri. Tak mau impiannya musnah, ia memilih pendidikan yang sejalan dengan keinginannya. Bersama beberapa teman kuliah, Wang merintis bisnis pesawat tanpa awak alias drone yang membawanya menjadi miliarder dunia di usia muda.
Jangan menghalangi mimpi anak-anak. Mungkin pelajaran itu yang bisa diambil dari Frank Wang, miliarder muda yang mengumpulkan kekayaan dari bisnis pesawat tanpa awak (drone). Pria kelahiran 1980 itu, sejak kecil memang sudah tertarik dan bermimpi menciptakan robot terbang.
Impiannya kini terwujud dan membawa Wang memiliki kekayaan US$ 4,5 miliar. Ia menduduki posisi 466 sebagai orang terkaya dunia versi majalah Forbes.
Wang kecil menghabiskan waktu dengan banyak membaca buku-buku model pesawat. Pria yang besar di Huang Zhong, China itu bermimpi suatu saat akan mempunyai robot yang bisa terbang dan mempunyai kamera di dalamnya.
Untuk mewujudkan mimpi masa kecil, saat kuliah Wang memilih masuk jurusan teknik elektro di Hong Kong University of Science and Technology pada 1998. Pada masa akhir kuliah, Wang meneliti mengenai sistem pengaturan terbang helikopter. Karena kecintaannya di bidang ini, Wang berhasil menyelesaikan proyek ini.
Tapi sebelum presentasi, salah satu fungsi dari robot yang diciptakannya bermasalah dan dicap gagal oleh dosennya. Namun, usahanya untuk membangun robot terbang impian tidak kandas begitu saja.
Salah satu dosen yang kelak menjadi salah satu pemegang saham di perusahaan Wang, Dajiang Innovation Technology Co. (DJI), merekomendasikan Wang menyelesaikan proyek lain dan mengambil master di universitas yang sama.
Nah, setelah menyelesaikan pendidikan master pada 2006, Wang membuat prototipe dari robot terbang atau drone di rumah kontrakannya. Pada tahun yang sama, Dajiang Innovation sudah mulai beroperasi kecil-kecilan mengerjakan beberapa proyek. Tahap awal, Wang dan dua teman kuliahnya membuat komponen dan sparepart drone. Wang memang belum menjual drone dalam bentuk jadi.
Dana untuk mengerjakan proyek pertama tersebut berasal dari uang beasiswa mereka. Dari penjualan perdana, Wang berhasil mengantongi duit US$ 6.000.
Uang itu kemudian berbiak setelah ada suntikan dana dari beberapa universitas di China dan perusahaan BUMN China. Wang semakin bersemangat dan ingin mengembangkan drone buatannya.
Namun, sifat Wang yang keras, idealis dan perfeksionis menimbulkan perselisihan dengan teman-teman pendiri DJI. Wang kemudian memutuskan berpisah dengan dua temannya.
Setelah berpisah, bisnis drone Wang mulai membesar. Pada tahun 2009, Wang mampu menjual 20 drone setiap bulan. Kerja keras Wang dilihat oleh Lu Di, bekas dosen pembimbing Wang. Lu Di bahkan berani menanamkan modal US$ 90.000 untuk pengembangan proyek Wang.
Wang kemudian mendapuk Lu sebagai direktur keuangan dan memiliki 16% saham DJI. Orang lain yang juga membantu Wang adalah Swift Xie Jia, teman SMA Wang. Pada 2010, Jia kemudian menjadi direktur marketing dan menanamkan 14% saham di DJI.
Suntikan modal tersebut membuat penjualan DJI naik signifikan. Namun Wang tidak berpuas hati dan tak mau mengandalkan penjualan di China dan Asia. Dia juga mulai mengincar pasar luar Asia.
Pada 2011, DJI membuka pasar Amerika Serikat dan Amerika Utara bekerjasama dengan Colin Guinn yang merupakan pendiri perusahaan startup, Aerial Cinematography.
Wang kemudian meluncurkan drone bermerek Phantom. Harga dan fitur drone yang cukup membuat produk ini laku keras. Penjualan DJI pun melesat menjadi US$ 500 juta di 2014.
(Bersambung)