Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Google berencana membangun pusat data kecerdasan buatan (AI) berskala besar di Pulau Christmas, wilayah terpencil Australia di Samudra Hindia, setelah menandatangani kontrak komputasi awan dengan Departemen Pertahanan Australia awal tahun ini. Rencana tersebut terungkap dari dokumen yang ditinjau Reuters dan wawancara dengan sejumlah pejabat.
Pulau kecil yang terletak sekitar 350 km di selatan Indonesia ini selama ini dikenal karena keunikan ekologinya, namun kini mulai dilihat sebagai pos depan strategis untuk memantau aktivitas kapal selam dan angkatan laut China di kawasan Samudra Hindia.
Menurut pejabat pemerintahan setempat dan catatan rapat dewan, Google tengah dalam tahap akhir negosiasi untuk menyewa lahan di dekat bandara Pulau Christmas guna membangun fasilitas pusat data tersebut, termasuk kesepakatan pasokan energi dengan perusahaan tambang lokal.
Baca Juga: Morgan Stanley, Citi, UBS Percaya BoE Bakal Pangkas Suku Bunga Desember 2025
Perusahaan induk Google, Alphabet Inc, mengatakan proyek ini merupakan bagian dari upaya memperkuat infrastruktur kabel bawah laut guna meningkatkan ketahanan digital Australia dan kawasan Indo-Pasifik, namun menepis laporan bahwa fasilitas tersebut akan berukuran besar. "Kami tidak sedang membangun pusat data kecerdasan buatan berskala besar di Pulau Christmas,” kata juru bicara Google dalam pernyataan kepada Reuters. Ia menambahkan rincian lebih lanjut akan diumumkan kemudian.
Dokumen perencanaan menunjukkan Google juga mengusulkan pembangunan sistem kabel tambahan yang akan menghubungkan Pulau Christmas dengan Asia.
Sumber lokal mengatakan Google meminta kontrak jangka panjang pasokan energi sebesar 7 megawatt, menggunakan gabungan tenaga diesel dan energi terbarukan. Departemen Infrastruktur Australia mengonfirmasi proposal tersebut mencakup rencana menghubungkan Pulau Christmas ke Darwin melalui kabel bawah laut.
"Departemen sedang berdiskusi dengan Google untuk memastikan kebutuhan energi proyek dapat dipenuhi tanpa mengganggu pasokan bagi penduduk dan pelaku usaha setempat,” kata juru bicara kementerian.
Dalam simulasi perang bersama militer Australia, AS, dan Jepang baru-baru ini, Pulau Christmas disebut sebagai garis pertahanan depan Australia dalam potensi konflik kawasan, terutama karena lokasinya strategis untuk pengoperasian sistem senjata tanpa awak dan drone.
Menurut Bryan Clark, mantan perencana strategi Angkatan Laut AS, keberadaan pusat komando dan kendali berbasis AI di Pulau Christmas akan sangat penting dalam krisis dengan China atau pihak lain. "Pusat data ini memungkinkan pelaksanaan operasi komando berbasis AI, terutama jika operasi tersebut bergantung pada sistem tanpa awak untuk pengawasan dan penyerangan,” ujar Clark, kini peneliti di Hudson Institute.
Clark menambahkan kabel bawah laut lebih andal daripada satelit, terutama dalam situasi konflik di mana komunikasi satelit dapat dijamming oleh lawan. "Jika Anda memiliki pusat data di Pulau Christmas, sebagian besar operasi dapat dilakukan melalui infrastruktur cloud,” kata dia.
Pada Juli lalu, Departemen Pertahanan Australia menandatangani kontrak layanan cloud tiga tahun dengan Google. Militer Inggris juga baru-baru ini mengumumkan kesepakatan serupa untuk memperkuat pertukaran intelijen dengan Amerika Serikat.
Baca Juga: Morgan Stanley, Citi, UBS Percaya BoE Bakal Pangkas Suku Bunga Desember 2025
Bulan lalu, Google mengajukan izin lingkungan untuk membangun kabel bawah laut pertama yang menghubungkan Pulau Christmas dengan Darwin, lokasi rotasi pasukan Marinir AS setiap tahun.
Steve Pereira, Presiden Pemerintahan Daerah Pulau Christmas, mengatakan pihaknya masih meninjau dampak sosial dan lingkungan proyek pusat data sebelum memberi izin pembangunan akhir.
Pulau seluas 135 km persegi dengan sekitar 1.600 penduduk itu selama ini dikenal karena pusat penahanan pencari suaka dan migrasi tahunan jutaan kepiting merah, namun menghadapi masalah ekonomi dan keterbatasan infrastruktur telekomunikasi. "Ada dukungan untuk proyek ini, selama pusat data tersebut benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat lewat lapangan kerja, infrastruktur, dan nilai ekonomi,” ujar Pereira.
Namun, warga juga khawatir terhadap dampak konsumsi energi, mengingat pulau yang berjarak 1.500 km dari daratan utama Australia itu masih bergantung pada diesel untuk memenuhi kebutuhan listrik.
Departemen Infrastruktur mengatakan proyek Google sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendiversifikasi ekonomi Pulau Christmas agar tidak lagi bergantung pada sektor pertambangan.
Dua sumber lokal dan satu sumber pertahanan mengatakan pusat data ini juga memiliki nilai komersial strategis bagi Google, karena lokasinya di antara Afrika, Asia, dan Australia, sekaligus potensi nilai militer bagi Australia dan sekutunya.
Dalam latihan militer terbaru di Pulau Christmas, pasukan AS melakukan simulasi pengerahan sistem roket HIMARS dari Darwin, yang menimbulkan reaksi beragam di kalangan warga sebagian aktivis antiperang khawatir akan dampak terhadap pariwisata, sementara pelaku usaha berharap aktivitas pertahanan dapat meningkatkan ekonomi lokal. “Kami adalah aset strategis bagi pertahanan,” ujar Pereira. Namun Pereira menyebut, semua proyek baru, baik terkait pertahanan maupun Google, akan ditinjau secara ketat demi melindungi kepentingan industri dan masyarakat pulau ini.
Peter Leavy, mantan Komodor Angkatan Laut Australia yang pernah tinggal di Pulau Christmas, mengatakan sejak tahun lalu telah membawa beberapa delegasi pertahanan Australia ke pulau tersebut untuk membangun dukungan masyarakat terhadap aktivitas militer. “Pulau Christmas memiliki posisi ideal untuk memantau aktivitas di Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Malaka. Ini lokasi yang sangat strategis,” ujarnya.













