Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tri Adi
Awalnya, perjalanan bisnis Alwil berjalan menggembirakan dengan produk program antivirusnya. Pada tahun 1991, Alwil mengubah dasar hukum bisnisnya dari koperasi menjadi perusahaan. Ia mengubah nama menjadi Avast Software, sesuai dengan nama produk terlarisnya. Penjualan produk antivirus Avast dari tahun ke tahun terus meningkat.
Kesuksesan itu membuat perusahaan software besar McAfee tertarik mengakuisisi Avast Software pada 1997. Namun, Baudis menolak tawaran itu dan memilih melisensikan Avast ke McAfee. Hasilnya, distribusi global perangkat lunak itu tumbuh dengan cepat.
Rupanya perjalanan bisnis memang tidak selalu cerah. Badai menghantam bisnis Avast pada tahun 2000 dan sempat hampir bangkrut saat perusahaan raksasa Amerika Symantec merambah ke Eropa Timur. Perusahaan tersebut mencoba menyapu pasar dengan menawarkan harga lebih rendah serta mendekatkan diri ke perusahaan internasional.
Pada tahun 2001, keduanya hampir menyerah dan tak punya harapan bertahan. Mereka kemudian mengambil strategi radikal dengan mengubah konsep bisnis dari tradisional dan menawarkan produk antivirus gratis ke rumah tangga dan berfokus pada UKM. Di luar perkiraan, strategi itu rupanya justru menyelamatkan perusahaan.
Sepuluh tahun kemudian Avast jauh lebih kuat. Pada 2010, Alwil berhasil mendapatkan investor pertamanya yakni Summit Partners. Pada tahun 2012, perusahaan ini mengawali rencana listing di Wall Street tapi batal karena kondisi pasar. Pada tahun 2014, Alwil mendapat investor kedua, yakni CVC Capital Partners.
Dua tahun kemudian Avast melakukan ekspansi anorganik dengan mengakuisisi saingan lokalnya yakni AVG Technologies. Pada tahun 2017, Avast terus melakukan inovasi. Semua versi antivirus Avast mampu melindungi dari serangan ransomware WannaCry, BadRabbit dan NotPetya dan Emotet crypto-mining, tanpa memerlukan pembaruan produk.
(Bersambung)