Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Harga minyak di hari Selasa (7/6) tercatat naik tipis didorong oleh pelonggaran aturan terkait Covid-19 di China yang diprediksi akan memicu tingginya permintaan.
Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent naik 19 sen atau 0,2%, menjadi US9,70 per barel pada Selasa dini hari.
Di saat yang sama, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) juga naik 25 sen atau 0,2%, menjadi US118,75 per barel. Harga minyak WTI sempat mencapai level tertingginya dalam tiga bulan pada hari Senin (6/6) dengan US$120,99 per barel.
Analis dari ANZ Research mengatakan bahwa pelonggaran pembatasan perjalanan yang diterapkan China diprediksi akan meningkatkan permintaan minyak dalam beberapa minggu mendatang. Kondisi ini tentu akan dimanfaatkan produsen untuk menaikkan harga.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Ditutup Koreksi di Bawah US$ 120 Per Barel pada Senin (6/6)
Dua kota utama China, Beijing dan Shanghai, telah kembali ke situasi normal dalam beberapa hari terakhir setelah dua bulan penguncian yang menyakitkan untuk membendung wabah Covid-19 varian Omicron.
Reuters melaporkan, larangan di sektor lalu lintas pun mulai dicabut. Per hari Senin, sebagian besar restoran di Beijing juga telah mendapat izin untuk melakukan layanan makan di tempat.
Sementara itu, pengekspor minyak utama Arab Saudi pun menaikkan harga jual resmi (OSP) untuk bulan Juli untuk minyak mentah ringan andalannya ke Asia, dari US$2,10 di bulan Juni menjadi US$6,50 yang ada di atas harga Oman/Dubai.
Baca Juga: Embargo Minyak Mentah Rusia, ICP Bulan Mei 2022 Naik Jadi US$ 109,61 Per Barel
Harga itu terbilang cukup tinggi, hampir mendekati rekor harga tertinggi pada bulan Mei lalu ketika kekhawatiran adanya gangguan pasokan minyak dari Rusia memuncak.
Minggu lalu, Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, atau OPEC+, memutuskan akan meningkatkan produksi minyak untuk Juli dan Agustus sebesar 648.000 barel per hari. Jumlah itu 50% lebih banyak dari yang direncanakan sebelumnya.
Sayangnya, banyak anggota yang merasa akan kesulitan memenuhi target tersebut, termasuk Rusia yang ada di bawah sanksi Barat.