Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - HOUSTON. Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) ditutup di bawah US$ 100 per barel, karena prospek permintaan ditekan oleh penguncian virus corona di China dan meningkatnya risiko resesi. Tekanan bertambah setelah dolar AS menguat dan membuat minyak mentah lebih mahal untuk pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Selasa (10/5), harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juni 2022 ditutup turun US$ 3,33 atau 3,2% menjadi US$ 99,76 per barel.
Sementara, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Juli 2022 ditutup melemah US$ 3,48 atau 3,28% ke US$ 102,46 per barel.
Kedua harga minyak mentah acuan itu turun untuk hari kedua berturut-turut. Bahkan, di awal sesi kemarin, harga minyak sempat anjlok lebih dari US$ 4 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Jatuh Lebih 1% di Tengah Kekhawatiran Ekonomi Global
Indeks utama Wall Street juga berbalik melemah dalam perdagangan yang bergejolak di tengah kekhawatiran atas pengetatan kebijakan moneter yang agresif dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Walau akhirnya indeks S&P 500 dan Nasdaq ditutup menguat.
Di awal sesi, komentar dari menteri energi Saudi dan UEA mendorong Brent dan WTI naik lebih dari US$ 1 per barel.
"Ini adalah masa yang bergejolak, harga harian terlalu besar akhir-akhir ini," kata John Kilduff, Partner di Again Capital LLC.
"Ketika UE terus ragu apakah mereka akan mengembargo minyak Rusia atau tidak, itu mengubah kalkulusnya juga di kedua arah," tambahnya.
Sementara itu, Komisi Uni Eropa telah menunda tindakan atas proposal terkait embargo minyak Rusia. Kebulatan suara diperlukan untuk melarang impor minyak dari Rusia, dan sementara seorang menteri Prancis mengatakan anggota UE dapat mencapai kesepakatan minggu ini, Hongaria telah berusaha keras menentang embargo.
Juga, beberapa ekonomi Eropa dapat mengalami kesulitan jika impor minyak Rusia dibatasi lebih lanjut. Jika Rusia membalas dengan memotong pasokan gas, ekonomi di negara berkembang Eropa, Asia Tengah dan Afrika Utara mungkin meluncur kembali ke tingkat pra-pandemi. Hal tersebut diperingatkan oleh European Bank for Reconstruction and Development (EBRD).
Selain larangan impor bertahap yang dilakukan anggota G7 baru-baru ini terhadap minyak Rusia, Jepang, yang memperoleh 4% dari impor minyaknya dari Rusia tahun lalu, telah setuju untuk menghentikan pembelian tersebut. Waktu dan metodenya masih belum diputuskan.
"Kombinasi penguncian terkait Covid-19 di China dan kenaikan suku bunga di seluruh dunia untuk memerangi inflasi menempatkan investor ekuitas di kaki belakang, memperkuat dolar dan secara signifikan meningkatkan kekhawatiran perlambatan ekonomi," kata Tamas Varga dari broker PVM Oil Associates.
Baca Juga: Demi Dongkrak Ekspor dan Produksi, Malaysia bakal Potong Tarif Pajak CPO
Dengan penurunan tajam dalam permintaan di China karena penguncian dan diskon harga minyak Rusia di pasar, China menjadi lebih selektif dalam membeli minyak mentah, kata Robert Yawger, Executive Director of Energy Futures Mizuho.
Presiden Federal Reserve Cleveland Loretta Mester mengatakan, menaikkan suku bunga AS dalam kenaikan setengah poin "masuk akal" untuk beberapa pertemuan kebijakan bank sentral AS berikutnya.
Sementara, kepala Bundesbank Joachim Nagel mengatakan European Central Bank (ECB) harus menaikkan suku bunga pada bulan Juli.
Pada sesi ini, dolar AS bertahan di dekat level tertinggi dalam dua dekade menjelang pembacaan inflasi, yang dapat mengisyaratkan prospek kebijakan The Fed.
Di sisi pasokan, Energy Information Administration (EIA) memangkas perkiraan produksi minyak mentah AS untuk 2022 dan 2023. Sekarang, EIA memproyeksi, produksi pada 2022 menjadi rata-rata 11,9 juta barel per hari (bph), turun dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya dengan 12 juta bph.
Baca Juga: Wall Street Masih Bergejolak, S&P 500 dan Nasdaq Ditutup Menguat
Sementara itu, berdasarkan sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute, stok minyak mentah AS naik 1,6 juta barel untuk pekan yang berakhir 6 Mei. Jumlah tersebut berbanding terbalik dengan proyeksi analis yang disurvei oleh Reuters, dengan penurunan 500.000 barel.
Stok minyak mentah dan produk minyak penyulingan Eropa mencapai sekitar 1 miliar barel pada April, turun 10,3% pada basis year on year (yoy) tetapi hampir pada level yang sama seperti pada Maret, data Euroilstock menunjukkan.
Stok sulingan menengah turun 15,4% pada tahun ini di bulan April, dan hampir 3% dari bulan Maret, data menunjukkan.