Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - BENGALURU. Harga minyak mentah ditutup melonjak 1%, memperpanjang reli baru-baru ini yang dibangun di sekitar meningkatnya permintaan dari China. Di sisi lain, pasar mencatat kenaikan besar dalam minggu kedua berturut-turut dalam persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS).
Kamis (19/1), harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2023 ditutup naik US$ 1,18 atau 1,4% menjadi US$ 86,16 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Februari 2023 juga ditutup menguat 85 sen atau 1,1% ke US$ 80,33 per barel.
Itu adalah level penutupan tertinggi untuk kedua kontrak sejak 1 Desember.
Permintaan minyak China naik hampir 1 juta barel per hari (bph) dari bulan sebelumnya menjadi 15,41 juta bph pada November, level tertinggi sejak Februari, menurut angka ekspor terbaru yang diterbitkan oleh Joint Organizations Data Initiative, jadi penopang pergerakan harga minyak.
Baca Juga: Harga Minyak Lanjut Melemah 1% Terseret Stok Minyak Mentah AS Melonjak
Pasar energi bisa lebih ketat pada tahun 2023, terutama jika ekonomi China pulih dan industri minyak Rusia berjuang di bawah sanksi, kata Kepala International Energy Agency (IEA) Fatih Birol, Kamis.
Harga minyak turun lebih dari US$ 1 per barel di awal sesi pada Kamis, karena pedagang membukukan keuntungan dan data AS menunjukkan ekonomi kehilangan momentum. Kedua tolok ukur minyak mencapai level tertinggi dalam lebih dari sebulan pada hari Selasa (17/1).
Harga juga sempat tertekan setelah data Energy Information Administration (EIA) menunjukkan stok minyak mentah AS pekan lalu naik 8,4 juta barel, kenaikan terbesar sejak Juni 2021.
Analis UBS Giovanni Staunovo menggambarkan, data EIA sebagai "laporan bearish, dengan peningkatan persediaan minyak mentah dan bensin yang besar, tetapi peningkatan dari minggu lalu, dengan pemulihan permintaan minyak tersirat dan kilang berjalan dari dampak Storm Elliot."
Margin penyulingan bensin AS RBc1-CLc1 diperdagangkan pada level tertinggi baru lima bulan untuk sesi keempat berturut-turut pada hari Kamis, di tengah optimisme tentang meningkatnya permintaan perjalanan dari pembukaan kembali China dan ancaman terhadap pasokan produk olahan dari pemogokan di Prancis.
Baca Juga: Wall Street Tergelincir: Dow, S&P 500 dan Nasdaq Kembali Ditutup Melemah
"Semua jalan tampaknya mengarah kembali ke masukan yang sama - meningkatnya permintaan China," kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York.
"Ada begitu banyak sentimen bullish di luar sana, begitu banyak ketakutan, yang terus menopang pasar ini."