Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Harga produsen pabrik China pada bulan Juli turun untuk pertama kalinya dalam tiga tahun. Angka yang baru dirilis ini memicu kekhawatiran deflasi dan memberi tekanan pada China untuk meluncurkan lebih banyak stimulus.
Penurunan harga barang produsen ini ditengarai karena ekonomi melambat di tengah perang dagang yang semakin intensif dengan Amerika Serikat (AS). Dengan permintaan yang melambat di dalam dan luar negeri, produsen China harus menurunkan harga untuk mempertahankan pangsa pasar, menekan margin dan menghambat investasi baru yang diperlukan untuk mengembalikan perekonomian.
Turunnya harga minyak mentah, bijih besi dan bahan baku lainnya juga berperan dalam penurunan harga produsen ini.
Baca Juga: Berkat perang dagang, Vietnam jadi pemasok komponen Samsung
Biro Statistik Nasional (NBS) melaporkan, indeks harga produsen China (PPI) turun 0,3% dari tahun sebelumnya pada bulan Juli. Angka penurunan ini lebih besar daripada prediksi polling Reuters yang meramalkan penurunan hanya 0,1%. Bulan lalu, PPI stagnan di 0% secara tahunan.
Ini adalah kontraksi pertama secara tahunan sejak Agustus 2016. "Lemahnya permintaan mulai berdampak pada ekspektasi pada sisi produksi," kata analis Zou Qiang dari Everbright Pramerica Fund Management dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters
Baca Juga: Perang mata uang, patutkah investor cemas? .
Zou memperkirakan, kontraksi harga akan memburuk dalam beberapa bulan mendatang. Ini dipicu oleh pembatasan yang lebih ketat pada sektor properti. Regulator mencoba mengendalikan risiko utang.
Inflasi produsen di negara-negara besar lainnya seperti AS dan Jerman akhir-akhir ini juga mengecewakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang daya tahan permintaan global. Pasalnya, perang dagang AS-China diramalkan akan semakin lama dan lebih mahal.
Sejumlah industri yang mencatat penurunan harga pabrik paling tajam antara lain industri ekstraksi minyak dan gas yang turun 8,3%. Industri manufaktur kertas dan produk kertas juga turun 7,1% dari tahun sebelumnya.
Perusahaan pemrosesan energi seperti kilang minyak dan produsen bahan kimia juga mengalami penurunan harga. Sementara harga untuk beberapa bahan bangunan utama seperti tulangan baja pun turun karena suhu tinggi dan proyek-proyek konstruksi terhenti karena hujan.
Baca Juga: Waduh, pelemahan yuan berpotensi menyulitkan Indonesia
Inflasi konsumen menanjak
Data yang dirilis Jumat (9/8) ini juga menunjukkan inflasi konsumen China naik ke level tertinggi dalam 17 bulan pada Juli. Kenaikan terutama didorong oleh lonjakan harga daging babi dan protein lain karena merebaknya demam babi Afrika yang berkepanjangan dan cuaca kering di daerah-daerah penghasil buah.
Indeks harga konsumen (CPI) naik 2,8% dari tahun sebelumnya. Angka ini sedikit lebih tinggi dari ekspektasi dan CPI bulan Juni.
Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi diramal bakal loyo sampai akhir 2019
Inflasi makanan meningkat pada laju tercepat sejak Januari 2012. Indeks harga makanan naik 9,1% secara tahunan, naik dari 8,3% pada Juni. Harga buah melonjak 39,1% dan harga daging babi melonjak 18,2%.
Pada basis bulanan, CPI tumbuh 0,4% di Juli setelah turun 0,1% di Juni.
Inflasi konsumen inti yang tidak termasuk makanan dan bahan bakar hanya sebesar 1,3% secara tahunan.