Sumber: History | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konferensi Potsdam jadi salah satu event paling bersejarah di masa perang dunia kedua. Ini adalah konferensi terakhir yang dihadiri oleh negara "Big Three", yakni Uni Soviet, Amerika Serikat, dan Inggris, semasa Perang Dunia II.
Konferensi ini pada akhirnya gagal menyelesaikan sejumlah masalah penting yang dibahas dan justru dinilai jadi pemicu perang dingin tak lama setelah Perang Dunia II usai.
Potsdam jadi tempat ketiga pertemuan ketiga negara setelah sebelumnya pernah terjadi di Teheran, Iran, tahun 1943 dan di Yalta, Uni Soviet, pada Februari 1945.
Pertemuan ini dihadiri oleh para pemimpin negara "Big Three". Antara lain pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill dan Clement Attlee, serta Presiden AS Harry S. Truman.
Baca Juga: Tepat 72 tahun lalu, diskriminasi rasial militer AS resmi dihapuskan
Inggris diwakili oleh dua perdana menteri yang berbeda karena di tengah konferensi berlangsung, Churchill kalah dalam pemilu dan posisinya digantikan oleh Attlee.
Diadakan pada 17 Juli-2 Agustus 1945 di Potsdam, Jerman, konferensi ini utamanya membahas nasib Jerman setelah kekalahan telak yang diterimanya pada perang dunia.
Berdasarkan catatan History.com, Soviet menginginkan Jerman untuk tetap bersatu, tetapi mereka juga meminta Jerman untuk benar-benar dilucuti.
Di sisi lain, pihak AS menaruh kecurigaan pada sikap Uni Soviet di Eropa. Apalagi saat itu Uni Soviet sudah menempatkan sejumlah besar tentaranya di Eropa.
Bagi AS, permintaan Uni Soviet untuk melucuti Jerman hanyalah alasan agar mereka bisa lebih leluasa dalam mendominasi Eropa.
Baca Juga: Hari Ini dalam sejarah: Micin dipatenkan Kikunae Ikeda, profesor Jepang
Pada akhirnya ketiga negara sepakat untuk membagi Jerman ke dalam tiga wilayah, satu wilayah untuk masing-masing negara sampai batas waktu yang ditentukan.
Konferensi Potsdam berakhir pada 2 Agustus 1945 dengan suasana yang cukup buruk. Sejak saat itu Truman merasa harus menyiapkan kebijakan yang lebih keras untuk menghadapi Soviet.
Di lain pihak, Stalin juga memiliki keyakinan yang kuat bahwa setelah ini AS dan Inggris akan bekerja sama untuk melawan Soviet.
Tidak lama setelah konferensi ini diadakan, Perang Dunia II berakhir, ditandai dengan dijatuhkannya bom atom milik AS di Jepang.
Sayangnya perang dingin antara AS dan Uni Soviet justru dimulai. Kedua negara mulai bersaing secara diplomatis. Saling merangkul aliansi dan mengkritik kebijakan.
Baca Juga: Saingi AS, Rusia siapkan rudal dan drone bawah laut bertenaga nuklir
Menariknya, perang dingin yang terasa 'panas' ini justru membuat kedua negara mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Misalnya, AS dan Soviet berlomba membangun teknologi antariksa untuk mengirim manusia ke bulan. Hasilnya, Soviet berhasil mengirim Yuri Gagarin sebagai manusia pertama yang terbang di luar bumi pada tahun 1961.
Delapan tahun berselang, AS akhirnya membalas dengan misi Apollo 11. Dalam misi bersejarah itu, Apollo 11 berhasil menjadikan Neil Armstrong sebagai manusia pertama yang menginjakkan kaki di bulan.
Saat ini hubungan kedua negara sudah tidak sedingin dulu. Tetapi kedua negara adikuasa ini masih terlihat saling sikut untuk memberikan pengaruh mereka secara luas dalam hubungan internasional.
Baca Juga: Menakar kekuatan angkatan laut China versus AS, siapa yang lebih unggul?