Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - YERUSALEM/BEIRUT. Hezbollah Lebanon meluncurkan rentetan serangan roket berat ke Israel pada Minggu (24/11), menghantam wilayah dekat Tel Aviv.
Menyusul serangan udara besar Israel sehari sebelumnya menewaskan sedikitnya 29 orang di Beirut.
Militer Israel melaporkan, rumah-rumah di sekitar Tel Aviv terbakar atau hancur akibat serangan tersebut.
Hezbollah menyatakan telah meluncurkan rudal presisi ke dua lokasi militer di Tel Aviv dan sekitarnya.
Baca Juga: Indonesia Dukung Surat Perintah Penangkapan Benjamin Netanyahu
“Kami membalas setiap serangan ke Beirut dengan menargetkan Tel Aviv,” kata perwakilan Hezbollah dalam pernyataan resminya.
Polisi Israel mengonfirmasi adanya kerusakan di beberapa titik di Petah Tikvah, sisi timur Tel Aviv, menyebabkan sejumlah orang mengalami luka ringan.
Militer Israel menyebut serangan langsung ke sebuah permukiman telah membuat “rumah-rumah terbakar dan hancur.” Rekaman televisi menunjukkan apartemen yang rusak akibat hantaman roket.
Hezbollah meluncurkan sekitar 250 roket ke wilayah Israel, sebagian besar berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara.
Namun, sirene peringatan terdengar di berbagai wilayah. Sedikitnya empat orang terluka akibat pecahan roket, menurut pernyataan polisi.
Baca Juga: Dalam 48 Jam, Serangan Israel di Jalur Gaza Menewaskan 120 Warga Palestina
Serangan Udara Israel di Beirut
Pada Minggu, militer Israel melancarkan serangan ke 12 pusat komando Hezbollah di daerah Dahiyeh, pinggiran selatan Beirut.
Serangan pada Sabtu (23/11) sebelumnya menjadi salah satu yang paling mematikan, menghancurkan blok apartemen di pusat kota Beirut.
“Israel menargetkan pusat-pusat komando Hezbollah yang sengaja ditempatkan di antara bangunan sipil,” kata seorang juru bicara militer Israel dalam sebuah unggahan di media sosial.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan bahwa korban tewas akibat serangan Sabtu meningkat dari 20 menjadi 29 orang, sehingga total korban tewas sejak Oktober 2023 mencapai 3.754 jiwa.
Israel memulai operasi ofensif melawan Hezbollah pada September, melancarkan serangan udara di wilayah selatan Lebanon, Lembah Bekaa, dan pinggiran selatan Beirut setelah ketegangan yang berlangsung hampir setahun dipicu oleh perang di Gaza.
Baca Juga: ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan, Benjamin Netanyahu Tuding ICC Anti-Semit
Proposal Gencatan Senjata
Perang telah memaksa lebih dari satu juta orang di Lebanon mengungsi. Israel mengatakan tujuan operasinya adalah mengembalikan ribuan warganya yang dievakuasi dari utara akibat serangan roket Hezbollah, yang mendukung Hamas sejak awal perang Gaza pada Oktober 2023.
Mediator Amerika Serikat (AS) Amos Hochstein menyampaikan adanya kemajuan dalam pembicaraan damai selama kunjungannya ke Beirut pekan lalu.
“Kami semakin dekat untuk mencapai kesepakatan yang menghentikan kekerasan,” ujar Hochstein.
Ia kemudian bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelum kembali ke Washington.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menambahkan bahwa proposal gencatan senjata AS sedang menunggu persetujuan akhir dari Israel.
Baca Juga: Amerika Tolak Surat Perintah Penangkapan PM Israel Netanyahu dari ICC
“Kita harus terus menekan pemerintah Israel dan juga Hezbollah untuk menerima proposal ini,” katanya di Beirut usai bertemu dengan pejabat Lebanon.
Namun, media Israel memberikan laporan berbeda. Barak Ravid dari Axios mengutip seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya, mengatakan bahwa “Israel sedang menuju kesepakatan gencatan senjata.”
Namun, laporan lainnya dari Kan News menyebutkan belum ada keputusan final terkait gencatan senjata karena masih terdapat isu yang belum terselesaikan.
Kerusakan Parah di Lebanon Selatan
Di Lebanon selatan, tentara Lebanon melaporkan satu tentara tewas dan 18 lainnya terluka akibat serangan Israel di Al-Amiriya, dekat kota Tyre.
Serangan itu juga menyebabkan kerusakan berat di sebuah pusat militer.
Perdana Menteri sementara Lebanon Najib Mikati mengecam serangan tersebut.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Penangkapan untuk Netanyahu, Gallant, dan Pemimpin Hamas
“Ini adalah pesan berdarah yang secara langsung menolak semua upaya mencapai gencatan senjata dan memperkuat kehadiran militer di selatan,” tegas Mikati.
Sementara itu, Uni Eropa menyatakan kesiapannya memberikan dana 200 juta euro untuk mendukung militer Lebanon. Josep Borrell menyebut bantuan ini sebagai bagian dari upaya memperkuat stabilitas di wilayah tersebut.