Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON/ADEN, Yaman. Gerakan Houthi di Yaman menyatakan bahwa mereka siap “membalas eskalasi dengan eskalasi” setelah serangan udara Amerika Serikat (AS) yang menargetkan kelompok yang didukung Iran.
Serangan ini memicu reaksi diplomatik keras dari Moskow dan Teheran.
Serangan tersebut, yang menewaskan sedikitnya 31 orang, merupakan operasi militer terbesar AS di Timur Tengah sejak Presiden Donald Trump menjabat pada Januari.
Biro politik Houthis mengecam serangan itu sebagai “kejahatan perang”.
"Pasukan bersenjata Yaman sepenuhnya siap untuk merespons eskalasi dengan eskalasi," kata pernyataan mereka, Minggu (16/3).
Baca Juga: Trump Melancarkan Serangan Besar-besaran ke Houthi di Yaman, 31 Orang Tewas
Trump Beri Peringatan Keras ke Iran
Presiden Donald Trump juga memperingatkan Iran, pendukung utama Houthi, untuk segera menghentikan dukungannya terhadap kelompok tersebut.
"Jika Iran mengancam Amerika Serikat, kami akan menuntut pertanggungjawaban penuh, dan kami tidak akan bersikap lunak!" tegas Trump.
Menanggapi ancaman itu, Hossein Salami, komandan tertinggi Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), mengatakan bahwa Houthis mengambil keputusan strategis mereka sendiri.
Namun, Teheran akan bereaksi tegas jika ada tindakan yang mengarah pada Iran.
“Kami memperingatkan musuh bahwa Iran akan merespons dengan tegas dan destruktif jika ancaman mereka menjadi nyata,” ujar Salami kepada media pemerintah Iran.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mendesak Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio untuk segera menghentikan serangan dan menyerukan dialog diplomatik.
Seruan Lavrov ini muncul ketika Trump sedang berupaya mendorong Rusia menyetujui proposal gencatan senjata 30 hari antara Rusia dan Ukraina, yang telah diterima Ukraina pekan lalu tetapi masih perlu revisi menurut Moskow.
Trump juga berusaha menarik Iran ke meja perundingan mengenai program nuklirnya, sembari meningkatkan tekanan sanksi terhadap negara tersebut.
Baca Juga: Presiden AS Donald Trump Tetapkan Houthi Yaman sebagai Organisasi Teroris Asing
Serangan 'Seperti Gempa Bumi'
Sebagian besar 31 korban tewas akibat serangan AS adalah perempuan dan anak-anak, menurut Anees al-Asbahi, juru bicara Kementerian Kesehatan yang dikelola Houthi. Selain itu, lebih dari 100 orang terluka.
Warga di ibu kota Sanaa mengatakan bahwa serangan udara menghantam kawasan tempat tinggal beberapa pemimpin Houthi.
"Ledakannya sangat kuat, mengguncang lingkungan kami seperti gempa bumi. Wanita dan anak-anak sangat ketakutan," ujar seorang warga bernama Abdullah Yahia.
Di Sanaa, derek dan buldoser digunakan untuk mengangkat puing-puing, sementara warga menggunakan tangan kosong untuk mencari korban.
Rekaman Reuters menunjukkan, tim medis merawat anak-anak yang terluka, serta jasad korban yang dibungkus plastik diletakkan di halaman rumah sakit.
Serangan juga menargetkan pos militer Houthi di kota Taiz, Yaman barat daya, menurut dua saksi mata.
Sementara itu, serangan udara terhadap pembangkit listrik di Dahyan, Saada, menyebabkan pemadaman listrik, menurut laporan Al-Masirah TV.
Kota ini dikenal sebagai tempat Abdul Malik al-Houthi, pemimpin Houthi, sering bertemu tamu.
Baca Juga: Setelah Menuding Iran, Giliran Itellijen AS Menyebut China Membantu Houthi Yaman
Ancaman Houthi di Laut Merah
Houthis, kelompok bersenjata yang telah menguasai sebagian besar wilayah Yaman selama satu dekade terakhir, mengancam akan kembali menyerang kapal-kapal Israel di Laut Merah jika Israel tidak mencabut blokade bantuan ke Gaza.
Sejak November 2023, Houthis telah meluncurkan puluhan serangan terhadap kapal dagang sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina dalam konflik Israel-Hamas.
Serangan ini mengganggu perdagangan global dan memaksa militer AS untuk melakukan operasi pertahanan mahal guna mencegat rudal dan drone yang ditembakkan Houthi.
Namun, sejak gencatan senjata antara Israel dan Hamas pada Januari, Houthis belum melanjutkan serangan.
Meski demikian, pada 12 Maret, juru bicara militer Houthi menegaskan bahwa ancaman terhadap kapal-kapal Israel tetap berlaku hingga bantuan ke Gaza kembali mengalir.
Baca Juga: Israel: Kelompok Houthi akan Bernasib Sama dengan Hamas dan Hizbullah
AS Tingkatkan Tekanan Militer
Pemerintahan Trump kini menerapkan pendekatan yang lebih agresif dibandingkan pemerintahan sebelumnya di bawah Presiden Joe Biden, yang lebih membatasi serangan militer terhadap Houthi.
"Kepada semua teroris Houthi, WAKTU KALIAN HABIS! SERANGAN KALIAN HARUS BERHENTI, MULAI HARI INI! JIKA TIDAK, NERAKA AKAN TURUN KE ATAS KALIAN SEPERTI YANG BELUM PERNAH KALIAN LIHAT SEBELUMNYA!" tulis Trump di Truth Social pada Sabtu malam.
Komando Pusat Militer AS (CENTCOM) menyebut serangan hari Sabtu sebagai awal dari operasi skala besar di seluruh Yaman.
Serangan dilakukan menggunakan jet tempur dari kapal induk USS Harry S. Truman, yang saat ini berada di Laut Merah.
"Serangan Houthi terhadap kapal dan pesawat AS, serta tentara kita, tidak akan ditoleransi. Iran, sebagai pendukung mereka, telah diberi peringatan," kata Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth di platform X.
Baca Juga: Israel Perluas Produksi Rudal Arrow 3, Ancaman Baru bagi Iran dan Houthi
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Iran mengutuk serangan AS sebagai "pelanggaran berat terhadap Piagam PBB dan hukum internasional".
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi menegaskan bahwa "AS tidak memiliki otoritas atau hak untuk mendikte kebijakan luar negeri Iran."
Kelompok bersenjata Hezbollah di Lebanon, yang juga didukung Iran, mengecam serangan AS dengan menyebutnya sebagai "agresi barbar, kejahatan perang, dan pelanggaran hukum internasional".