Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kian memanas. Baru-baru ini saja Departemen Luar Negeri AS menyetujui penjualan senjata dan tank ke Taiwan senilai US$ 2,2 miliar. Diantaranya tank M1A2T Abrams, rudal Stinger dan peralatan senjata.
Dilansir dari Reuters, Selasa (9/7) Kementerian Luar Negeri China geram atas penjualan itu dan mendesak Amerika membatalkan kesepakatan tersebut. Ini merupakan kondisi buruk ketika Washington dan Beijing tengah berupaya menyelesaikan perang dagang di antara dua negara.
Juru bicara kementerian luar negeri China Geng Shuang menegaskan, bahwa penjualan senjata AS ke Taiwan merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan seakan Amerika mau ikut campur urusan dalam negeri China. Menurutnya, cara kotor Amerika dapat merugikan kedaulatan dan keamanan China.
"China secara tegas menentang hal ini dan telah membuat pernyataan kepada pihak AS. Taiwan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah China dan tidak ada yang harus meremehkan tekad pemerintah dan rakyat China untuk mempertahankan kedaulatan negara dan integritas wilayah dalam menentang campur tangan asing,” tegas Geng.
China mendesak Amerika Serikat untuk segera mencabut penjualan senjata yang direncanakan dan mengakhiri semua kontak antara militer AS dan Taiwan untuk menghindari gangguan lebih lanjut pada hubungan Tiongkok - AS dari sisi perdamaian serta stabilitas di Selat Taiwan, tambahnya.
Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Pentagon (DSCA) mengaku penjualan senjata yang diminta Taiwan, termasuk 108 General Dynamics Corp, tank M1A2T Abrams dan 250 rudal Stinger. Dengan penjualan senjata itu tidak akan mengubah keseimbangan militer dasar di wilayah tersebut.
Senin lalu, DSCA mengumumkan rencana penjualan senjata mencakup senapan mesin, amunisi, kendaraan lapis baja Hercules untuk memulihkan jumlah tank yang tidak beroperasi, alat angkut, alat berat dan alat pendukung lainnya.
Juru Bicara Taiwan Chang Tun-han mengucapkan terima kasih kepada pemerintah AS atas penjualan senjata tersebut. Maka itu pemerintah akan mempercepat investasi pada bidang pertahanan dan terus memperdalam hubungan keamanan dengan Amerika Serikat dan negara-negara yang mempunyai pandangan sama.
Kementerian Pertahanan Taiwan mengkonfirmasi telah meminta senjata-senjata dan itu merupakan sesuatu yang normal. Presiden Taiwan Tsai Ing-wen bahkan Maret lalu menanggapi positif permintaan senjata baru demi meningkatkan pertahanan negara dalam menghadapi tekanan dari China.
Selain itu, pembelian senjata tersebut juga untuk meningkatkan kemampuan tempur Taiwan, kemudian mengkonsolidasikan kemitraan keamanan Taiwan-AS dan memastikan keamanan negara.
Selama ini, Amerika Serikat tidak mempunyai hubungan resmi dengan Taiwan, yang merupakan negara yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri dan berpandangan demokratis. Meski begitu, Amerika tetap terikat oleh hukum untuk membantu menyediakan sarana untuk mempertahankan diri.
Amerika Serikat adalah pemasok senjata utama ke Taiwan. Di sisi lain Beijing meninggalkan daerah kekuasaannya, yaitu Taiwan agar tetap berada di bawah kendalinya.