Sumber: Bloomberg | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Hubungan Rusia dan Turki makin tegang setelah serangan udara di Suriah yang menewaskan sedikitnya 33 tentara Turki. Kondisi ini mendorong Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan beralih ke sekutu tradisionalnya di Barat agar mendapat dukungan militer.
Sementara itu, Rusia membantah terlibat, dengan mengatakan bahwa pasukan Turki telah berada dalam kelompok teroris yang mendapat serangan dari pasukan pemerintah Suriah yang didukung militer Rusia.
Baca Juga: Tewaskan 22 tentara Turki, Rusia: Tak seharusnya mereka berada di daerah itu
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, ketika mereka mengetahui ada korban dari tentara Turki, Rusia langsung mengambil langkah-langkah yang lengkap untuk menghentikan tembakan total dari militer Suriah.
Sejauh ini, Erdogan yang secara berhati-hati tidak menyalahkan Rusia mengatakan, pertemuan krisis selama enam jam dengan para pejabat keamanannya setelah mereka kehilangan belasan pasukan mereka dalam satu hari, merupakan kehilangan terbesar pasukan Tukri dalam beberapa dasawarsa, bersumpah untuk menyerang balik pasukan pemerintah Suriah.
Baca Juga: Harga minyak mentah capai rekor penurunan mingguan terbesar dalam empat tahun
Sementara itu, NATO setuju melakukan pertemuan atas permintaan Turki untuk konsultasi pada hari Jumat. Kondisi ini juga menambah tekanan pada Uni Eropa, karena Turki mengancam akan mengizinkan lebih banyak pengungsi dari Suriah melintasi perbatasannya ke benua biru tersebut.
Namun baik Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa tidak menunjukkan kencenderungan mendukung Turki secara militer di Suriah, tempat Erdogan mendukung pemberontak besar terakhir di provinsi Idlib barat laut melawan pemerintah Suriah. Serangan di sana juga telah melukai 32 tentara Turki.
Baca Juga: AS jadikan Indonesia negara maju, ini lima dampaknya
Rusia sudah memperingatkan Turki karena disebut mendukung teroris di Suriah dan telah meningkatkan operasi udara untuk mendukung pasukan Rusia yang berusaha merebut kembali Idlib.