Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - LONDON. Permintaan minyak dan gas global diperkirakan masih akan tumbuh hingga tahun 2050.
Proyeksi ini disampaikan oleh International Energy Agency (IEA) dalam laporan tahunan World Energy Outlook 2025, Rabu (12/11/2025), yang menandai pergeseran dari pandangan sebelumnya mengenai transisi cepat menuju energi bersih.
Laporan terbaru IEA ini muncul di tengah tekanan politik baru dari Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump, yang mendorong ekspansi produksi minyak dan gas domestik serta menilai fokus lembaga tersebut pada kebijakan energi bersih terlalu berat sebelah.
Baca Juga: Valuence Japan Pamerkan Tas Birkin Termahal Hasil Lelang Sotheby's
Sebelumnya, di era pemerintahan Joe Biden, IEA memperkirakan permintaan minyak dunia akan mencapai puncaknya pada dekade ini dan menyerukan penghentian investasi baru di proyek minyak, gas, dan batu bara untuk mencapai target net zero emission pada 2050.
Namun kini, IEA memperkirakan bahwa di bawah skenario kebijakan saat ini (current policies scenario), permintaan minyak global akan mencapai 113 juta barel per hari pada pertengahan abad ini, naik sekitar 13% dari konsumsi 2024.
Selain itu, permintaan energi global diperkirakan akan meningkat 90 exajoule hingga 2035, setara kenaikan sekitar 15% dibandingkan level saat ini.
“Skenario ini kami kembalikan untuk mencerminkan pilihan kebijakan energi yang berbeda dari masing-masing negara,” ujar Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol dalam konferensi pers.
Baca Juga: Singapura Jadi Pusat Kripto: Coinbase Luncurkan Layanan Pembayaran USDC
Debat Soal “Peak Oil” Masih Berlanjut
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) kembali menentang proyeksi permintaan minyak akan mencapai puncak dalam waktu dekat.
“Kami berharap dunia telah melewati masa salah kaprah mengenai ‘peak oil’,” tulis OPEC dalam situs resminya, Rabu (12/11).
Laporan tahun ini juga tidak lagi menggunakan skenario “pledges” yakni proyeksi berdasarkan komitmen iklim negara-negara karena tidak cukup banyak negara yang memperbarui target pengurangan emisinya.
Dalam skenario kebijakan yang direncanakan (stated policies scenario), permintaan minyak diperkirakan baru akan mencapai puncaknya sekitar 2030, perbedaan yang utamanya disebabkan oleh beragam asumsi adopsi kendaraan listrik (EV).
Baca Juga: China Kelebihan Stok Kedelai, Impor dari AS Terancam Seret
Ledakan Investasi LNG dan Data Center
IEA mencatat, keputusan investasi baru (final investment decision) untuk proyek liquefied natural gas (LNG) melonjak tajam pada 2025.
Sebanyak 300 miliar meter kubik kapasitas ekspor LNG baru akan mulai beroperasi hingga 2030, meningkat 50% dibanding kapasitas saat ini.
Berdasarkan skenario kebijakan saat ini, pasar LNG global akan tumbuh dari 560 bcm pada 2024 menjadi 880 bcm di 2035, dan mencapai 1.020 bcm pada 2050, didorong oleh peningkatan permintaan listrik untuk pusat data dan kecerdasan buatan (AI).
Investasi global di sektor data center sendiri diperkirakan mencapai US$ 580 miliar pada 2025, melebihi total investasi tahunan untuk pasokan minyak global yang berkisar US$ 540 miliar.
Baca Juga: Trump Akan Gelar Jamuan Makan Malam Bersama Para CEO Wall Street di Gedung Putih
Target Iklim Dunia Masih Terancam Gagal
Dalam skenario apapun, IEA menegaskan bahwa dunia kemungkinan besar akan gagal membatasi kenaikan suhu global di bawah 1,5°C dari level praindustri, seperti yang disepakati dalam Perjanjian Paris 2015.
“Kita harus mempercepat dan memperluas aksi iklim. Pemerintah di COP30 Brasil harus menyepakati rencana global untuk menutup kesenjangan ambisi 1,5°C,” kata Kaisa Kosonen, penasihat kebijakan senior Greenpeace Nordic.













